Bumi yang kita
tinggali ini semakin renta. Perubahan iklim yang ditimbulkan oleh kerusakan
alam nyata di depan mata. Negara-negara adikuasa yang menyumbang emisi gas kaca
dan memiliki andil terbesar pada kerusakan bumi tetap saja jumawa tak merasa
sedikitpun berdosa.
Lalu salah siapa,
kalau bukan manusia. Bumi yang kita tinggali telah memberikan semuanya. Sumber
penghidupan, kenyamanan, dan kesempatan untuk berbagi kasih. Tapi tetap saja.
Manusia pongah dan terus membangun mimpi-mimpi kemudahan hidup dengan
mengabaikan keseimbangan lingkungan hidup (environment equilibrium).
Kemajuan pembangunan
tidak akan pernah bersinergi dengan kemauan alam. Artinya, kemajuan adalah
kemunduran dan kerusakan lingkungan hidup. Mungkin ada beberapa hal yang bisa
disiasati, misalnya soal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDL) bagi para
perusahaan yang mengeksploitasi dan mengesplorasi alam.
Tapi, hasrat manusia selalu kemaruk dan tamak pada
kenikmatan yang menyesatkan. Ketika kita jumpai sepeda motor tumpah ruah menyesaki jalan, maka dada kita seharusnya
ikut sesak. Betapa pertumbuhan ekonomi adalah kemunduran lingkungan. Pun,
ketika kita jumpai rumah-rumah megah dan hutan disulap menjadi properti mewah,
seharusnya kita ikut gelisah. Kemajuan, ataukah kemunduran?
Hidup sederhana dan
memberikan hak bagi alam untuk tetap lestari, adalah solusi yang
setidak-tidaknya bisa menyelamatkan bumi
ini di titik-titik akhir. Karena hampir sudah tidak ada waktu lagi untuk
berlena. Sementara ancaman bencana dan kerusakan kehidupan nampak jelas di
pelupuk mata.
Negara-negara digdaya
yang harus ikut bertanggung jawab atas kerusakan bumi. Bagaimana tidak, ketika
mereka melarang negara berkembang membuang polusi dan mengurangi emisi, padahal
sumber polusi dan emisi adalah mereka!
Negara-negara maju
melarang penebangan hutan di negara berkembang, sementara negeri mereka hutan-nya sudah dibabat habis
untuk proyek industri, lelucon macam apa lagi ini?
Tapi persetan dengan
mereka. Langkah individu akan menjadi langkah massif dan mengubah dunia. Kurangi
penggunaan bahan plastik yang sulit diuraikan, efektifkan penggunaan listrik
dan BBM, serta ajak keluarga dan tetangga untuk tanam pohon di lahan kritis.
Semoga, ikhtiar ini akan menyelamatkan bumi kita di menit-menit akhir, bahkan,
detik terakhir!
Penulis : Adi Esmawan - Penggiat Lingkungan Hidup
0 komentar:
Posting Komentar