Jurnal Wawasan dan Inspirasi Kehidupan

Bagaimana Penanganan Orang Gila?

Masyarakat tentu saja merasa resah dengan ulah orang gila yang bergentayangan di pinggir jalan  hingga ke area pelayanan publik seperti halaman kantor kecamatan, terminal dan pasar. 

Populasi orang yang mengalami gangguan jiwa cenderung meningkat drastis dari tahun ke tahun. Tercatat, berdasarkan sample penelitian yang dilakukan oleh team observasi jurnalva.com di tiap ruang keramaian publik, sedikitnya ada sekitar empat atau lima orang gila yang berkeliaran di sekitar pemukiman penduduk dan dekat keramaian.  Ada yang menduga mereka sengaja dibuang dari daerah lain karena masyarakat kebingungan menangani orang gila.

Secara psikologis, kehadiran orang gila tersebut sangatlah mengganggu, apalagi jika sampai berkeliaran bebas di lingkungan publik. Contohnya, beberapa siswa Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Karangkobar, Banjarnegra Jawa Tengah, lari ketakutan dan menangis histeris karena dikejar orang gila. Ibu-ibu rumah tangga juga ada yang khawatir jemuranya dicuri orang gila. Adalagi pedagang bakso yang gerobaknya sampai tumpah gara-gara ulah jahil orang gila tersebut.

Dari persepektif kemanusiaan, orang yang mengalami gangguan jiwa memang tidak boleh diperlakukan semena-mena semacam diusir atau menggunakan cara-cara kekerasan. Namun Orang gila juga masuk dalam kategori Pengemis, Gelandangan dan Orang Terlantar (PGOT) yang di kota-kota besar biasanya dirazia oleh Satpol PP sebagai penegak ketertiban dalam wilayah pemerintah daerah.  Mereka kemudian direlokasi oleh dinas sosial setempat atau dikirim ke rumah sakit jiwa.

Lalu, bagaimana dengan banyaknya populasi orang gila yang kadang terlihat di pinggir jalan dan emperan toko? Apakah pemerintah daerah apatis atau diam saja dengan kehadiran orang yang mengalami gangguan jiwa itu hingga keresahanya merambah ke pelosok desa?

Memang permasalahan orang gila begitu dilematis. Pemerintah daerah atau dinas terkait juga bingung menangani peningkatan populasi orang gila ini. Di  beberapa Kabupaten/kota dengan alasan terkendala anggaran, belum ada  tempat khusus yang menjadi penampung orang terlantar tersebut. Belum lagi masalah anggaran untuk merawat kesehatan dan menjamin kelayakan makanan orang gila. Atau  jika dikirim ke rumah sakit jiwa justru biayanya lebih mahal dan lagi-lagi pemerintah pasti bingung soal anggaran.


Selanjutnya, bagaimana seharusnya penanganan orang gila? Haruskah  kita menganut faham nazi  ala Adlof Hitler yang meniadakan orang-orang tidak produktif (apalagi orang gila) di sekitar kita? Bisa-bisa kita diburu Komnas HAM. Ya, Kita tunggu saja solusinya dari stakeholder semacam kementerian sosial pemerintah daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja. Semoga mereka memikirkan penanganan orang gila agar tidak meresahkan masyarakat.

Adi Esmawan, Aktivis Lingkungan Hidup dan Kebudayaan
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support