Tanpa kita sadari
namun sangat kita rasakan, banyak kebaikan dan kearifan yang hilang seiring
berjalannya zaman. Dulu, jika di sebuah
desa ada warga yang membangun rumah, tetangga dan warga desa bersemangat
membantu. Begitu pula saat musim tanam padi, panen, hingga tradisi gebug tikus
bersama jika ada hama tikus menyerang sawah.
Kerja bhakti
lingkungan seperti membersihkan drainase, mengelola sampah hingga membangun
jalan kampung juga dulu dilakukan secara
swadaya dan gotong royong. Bahkan, di beberapa desa hingga saat ini masih ada
budaya lunas yang artinya membersihkan kuburan setiap hari Jum’at
Kliwon.
Di kawasan Jawa
Tengah, gotong royong membantu tetangga terkenal dengan istilah sambat. Sebuah
budaya gotong royong tanpa nir pamrih dan bentuk sengkunyung atau
solidaritas yang luar biasa.
Zaman telah berubah.
Di era yang mengedepankan keuntungan (profit), masyarakat saat ini cenderung
melihat segala hal dari aspek bisnis. Masyarakat sudah tenggelam dalam arus
budaya industrialisme yang kapital dan mementingkan individu.
Untuk musim panen
padi-misalnya. Pemilik sawah lebih efisien membayar beberapa tenaga dengan upah
uang daripada sistem sambat yang sebagai gantinya si pemilik sawah juga harus
sambat di tempat orang yang dulu nyumbang tenaga di sawahnya. Jadi secara
manajemen, sambat sangat tidak efisien.
Juga untuk kerja
bhakti lingkungan. Daripada meluangkan waktu untuk bergotong-royong, masyarakat
kekinian lebih memilih membayar tukang sampah dan tukang bersih-bersih. Secara,
ini lebih efektif dan efisien.
Untuk membuat jalan
kampung, sistem lelang pembangunan dan membayar tenaga lebih efisien daripada
mengumpulkan warga untuk swadaya. Meski di desa-desa budaya gotong royong acap kali masih dipakai, namun sudah tidak seguyup
tempo dulu.
Sejatinya, lunturnya
budaya gotong royong di masyarakat kita adalah gejala memprihatinkan dimana kita
sudah kadung menceburkan diri pada budaya barat yang apatis, individualistik
dan meterialistik. Hidup dipandang hanya sebagai kesempatan untuk mengeruk
keuntungan ekonomis.
Simpulanya, tradisi kerja
bhakti dan gotong royong mengajarkan banyak hal. Mulai dari kekompakan dalam
membantu sesama, solidaritas, dan mengedepankan kerukunan daripada sekedar
manajemen ekonomi.
Ah, sudahlah. Kita
tonton saja perubahan kebudayaan dan geseran laju zaman. Tak ada seorangpun
yang sanggup membendung. Lanjutkan saja ngopi anda.
Semoga menginspirasi.
0 komentar:
Posting Komentar