Ketika
kita bangun di pagi hari, surya menyapa hangat di kaki langit memberikan cahayanya,
adakah terbesit terima kasih pada alam dan Tuhan penguasa semesta? Kemudian
menyadari, betapa megahnya alam ini dan kita berharap jangan biarkan damai ini
pergi?
Sayang, manusia
terlalu pongah dan angkuh. Hingga hasrat untuk berkuasa meluluhlantakan rasa
malu dan memupuk subur budaya rakus. Lebih rakus daripada tikus sekalipun. Bumi
ini diperkosa sampai lelah, terkikis habis oleh nalar konsumerisme dan
industrialisasi.
Hutan
dibabat habis. Disulap menjadi kawasan properti mewah atau deretan pepohonan
sawit yang konon, pemiliknya adalah konglomerat dengan beking aparat. Tak
jarang, konflik perebutan lahan terjadi disana-sini dan memakan korban nyawa
manusia. Tapi itu dianggap tidak seberapa. Uang menjadi muara dari seluruh
kepentingan.
Jalan
tol dan pembangunan infrastruktur lainya
dikebut habis-habisan. Target pertumbuhan ekonomi dan trafic prestasi menjadi ambisi
didorong nafsu yang aji mumpung. Ditambah dengan tumpah ruahnya kendaraan
bermotor hingga ke pelosok sekalipun. Bumi menjadi bising, prungsang,
gaduh dan semprawut oleh penguasaan manusia.
Tentu
saja, tak ada seorangpun yang dapat membendung semua itu. Konsumerisme yang
menasbihkan kenikmatan hanya untuk manusia dan seolah bumi ditakdirkan
sepenuhnya untuk kebahagiaan manusia, adalah kenyataan dan kita menikmatinya.
Kerusakan alam dan derita satwa, tetumbuhan, dan berjuta hayati lainnya,
manusia tidak peduli. Falsafah yang penting happy sudah menjadi ideologi
dan cara hidup.
Persetan
dengan kearifan lokal, norma, moral, agama atau hasil kesepakatan para Kepala
Negara Dunia yang termaktub dalam konvensi di Jenewa, Swis, beberapa tahun
silam yang isinya adalah penyelamatan lingkungan. Semuanya hanya tulisan,
teori, angin surga dan miskin implementasi.
Mungkin,
lima atau sepuluh tahun kedepan. Merah hitam wajah bumi dan dendam alam akan
lebih ganas membalas kepongahan manusia. Sekarang saja, dengan perubahan iklim
yang tidak menentu, alam sedang menunjukan indikasi balas dendam. Dan manusia
(kita), yang terlalo pongah, sombong dan kemaruk nafsu, hanya sebagian mahkluk
yang lemah-tak berdaya jika alam sudah menunjukan sabdanya.
Penulis
: Adi Esmawan, Pengasuh www.jurnalva.com
0 komentar:
Posting Komentar