Jurnal Wawasan dan Inspirasi Kehidupan

Tuhan Baru itu Bernama Media


Sejak anda bangun tidur, meski masih bersandarkan bantal dan berselimut, anda sudah berselancar di ruang mayantara.  Ada yang hanya sekedar update status di sosial media, atau mencari berita terbaru yang sedang heboh.  Ponsel pintar selalu menemani kegiatan anda, bahkan disimpan paling dekat dengan “tidur” dan mimpi-mimpi kita.

Teknologi informasi telah merubah wajah kehidupan. Informasi yang memuat ilmu pengetahuan, berita terbaru, gosip terbaru, fakta dan opini, hingga kicauan alay dan tidak bermutu, dari belahan bumi manapun, lintas benua, dengan mudahnya kita dapatkan dari layar smartphone yang teknologinya terus maju pesat.

Tentu saja, kemudahan mengakses informasi ini ada manfaat dan mudharatnya. Ada progress dan regress-nya. Ada positif dan negatifnya. Untuk manfaatnya banyak sekali, dari kemudahan memperoleh khazanah pengetahuan sampai mencerdaskan kehidupan bangsa dengan harga yang “semakin murah”. Juga kebebasan berbicara dan beropini (freedom of speech and opinion) yang sesuka dan “semau kamu”.

Namun unsur kemunduranya juga tak kalah banyak dan semakin meresahkan. Mulai dari pencaplokan “budaya lokal” oleh raksaksa kebudayaan yang mendominasi pemberitaan media, tercecernya ilmu pengetahuan sehingga menumbuhkan kebiasaan “malas berkarya”, suburnya plagiarisme, hingga betapa “maha kuasanya” media dalam menentukan arah kehidupan, baik dan buruk, serta membentuk cara pandang terhadap dunia (world view) di otak masyarakat.

Ya, media memang maha kuasa. Ia adalah Tuhan baru yang mampu menggerakan hati manusia untuk berbuat “apa” dan “bagaimana”. Apa yang menurut media “baik” maka menurut “masyarakat” juga baik. Apa yang sudah divonis “media” jelek dan buruk, maka menurut “otak” kita juga jelek dan buruk. Dan apa yang menurut media “penting”, menurut kita juga penting. Dominan sekali media dalam menentukan opini publik.

Dan menarik sekali artikel dari budayawan Emha Ainun Nadjib yang berjudul “Patuh Kepada Media”. Dalam kutipan artikel tersebut, Cak Nun menyatakan dalam bahasanya yang khas :
Terkenal itu lebih hebat dibanding berlmu, dibanding profesional, dibanding saleh, dibanding apapun saja. Menjadi orang terkenal lebih dipilih orang untuk dijadikan apa saja dibanding orang terampil, cakap, bermoral, berintegritas, dan jelas keunggulan apapun saja lainnya. Andaikan saja ada Nabi dan Rasul, kalau perlu jika ada malaikat atau jin yang berada dalam konstelasi: berani taruhan orang terkenal akan memperoleh suara lebih banyak dibanding mereka semua itu dalam pemilihan-pemilihan.”
Maksud dari tulisan Cak Nun di atas kurang lebih, bahwa figur buatan media yang “terkenal” lebih diutamakan oleh masyarakat dalam hal apapun. Inilah dominasi “telak” media. Orang biasa tanpa kelebihan apa-apa-misalnya, jika sudah diekspose oleh media sedemikian rupa, maka ia akan menjadi dewa yang tak terkalahkan. Masyarakat akan jatuh cinta padanya.

Fungsi dari media untuk memberikan informasi yang “baik” dan “berimbang” hampir dikatakan sekarat dan mati akibat tujuan utama media bukan lagi memberikan informasi yang faktual dan pengetahuan yang “murni”. Media sudah terjerembab dalam ranah industri, sehingga “trafik pembaca” dan “kue iklan” menjadi tujuan utama.

Media cyber atau media online, selalu mengutamakan kecepatan dan mengabaikan akurasi fakta. Media online lebih memikirkan bagaimana caranya menarik perhatian pembaca sehingga hal yang tidak penting sengaja dibuat heboh. Sehingga jangan heran jika ada judul pemberitaan yang “menarik” namun isinya “menipu”. Itulah budaya media.

Apalagi di ruang sosial media. Jika kita tidak pandai memfilter, maka banyak sekali informasi “sampah” dengan berbagai motif yang semuanya menjurus pada “uang”.
Maka, untuk para pembaca setia media cyber dan pengguna sosial media, perlu selektif sekali dalam memilih dan memilah informasi. Kemudian jangan asal menghakimi hanya berdasarkan pemberitaan media. Apalagi, melihat “kelakuan” media masa saat pemilu 2014 silam, membuat kita tersadar bahwa media lebih berperan sebagai “corong” kepentingan dibandingkan memperjuangkan idealisme dan knowledge yang bermanfaat bagi masyarakat. Meskipun demikian, media cyber adalah “gudang ilmu” yang selayaknya anda jelajahi dengan penuh kesabaran. Salam hormat.

Saya sambung lain waktu.

Author : Adi Esmawan, owner jurnalva.com


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support