Kondisi lingkungan hidup
kita kian hari kian kritis dengan beragam faktor yang kompleks dan rumit. Laju
jumlah penduduk, target pertumbuhan ekonomi, hingga hasrat konsumerisme gaya
hidup membuat manusia dengan tanpa rasa bersalah “merusak” sarangnya sendiri,
yakni bumi yang kita tinggali. Kerusakan
lingkungan hidup sudah nampak telanjang di depan mata. Dampaknya juga sudah
dirasakan baik di musim hujan maupun kemarau panjang.
Perlu gerakan yang massif
dan melibatkan seluruh komponen warga negara untuk melakukan penyelamatan di
menit-menit terakhir. Mulai dari masyarakat umum, mahasiswa, dan para pemangku
kepentingan harus “sadar diri” akan kondisi darurat penyelamatan lingkungan.
Buang segala pragmatisme sempit yang mementingkan target pertumbuhan ekonomi
dengan cara merusak lingkungan. Misalnya soal penambangan pasir, pembukaan
hutan untuk lahan baru atau kawasan properti, penyulapan hutan lindung menjadi
kebun kelapa sawit dan tindakan-tindakan bodoh lainya.
Meminimalisir penggunaan
plastik kemasan juga merupakan bagian dari gerakan sadar lingkungan. Juga
bangkitkan kembali mimpi satu orang menanam satu pohon. Jika program ini
terwujud, maka di satu abad Indonesia yakni 2045 nanti, kita tidak khawatir
kondisi lingkungan hidup di Indonesia semakin parah.
Di sekolah-sekolah,
kegiatan penanaman pohon mudah-mudahan bukan hanya bersifat simbolis. Sehingga
menanamnya hanya di momen-momen tertentu. Setelah itu, pohon yang ditanam tidak
dirawat bahkan dibiarkan mati. Ini sama saja gerakan percumah.
Bumi bukan hanya untuk
kita yang hidup hari ini. Seperti kata Gandhi : Bumi ini cukup untuk menghidupi
manusia, tapi tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginan-keinginannya.
Manusia terlampau rakus dan ingin hidup serba mudah. Ya, dengan merusak
lingkungan.
Sampai jumpa lain waktu.
Sumber foto : twitter
milanasari
0 komentar:
Posting Komentar