Ada yang menggelitik
dari kutipan kata Pramudya Anantatoer, “orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari
sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”.
Menulis adalah muara
dari pemikiran manusia. Tanpa tulisan dari teori Isac Newton, Albert Enstein,
dan sederet ilmuan besar dalam sejarah manusia, maka kemutakhiran dan
modernisasi peradaban tidak akan pernah terwujud. Menulis adalah buah dari
pengetahuan yang dimiliki penulisnya.
Kita dapat berjumpa
dengan orang-orang besar dengan kedalam an pemikiranya, melalui tulisan-tulisan
yang masih tersisa hingga kini. Kita dapat menelusuri jejak masa lalu dengan melihat dan mempelajari tulisan di prasasti dan manuskrip-manuskrip kuno. Bahkan, ajaran agama khususnya agama samawi
yang menggunakan wahyu sebagai jembatan hubungan transendental antara manusia
dengan pencipta, menggunakan “bahasa tulisan” untuk mengabadikan kalam Tuhan.
Lebih dari itu,
menulis adalah mengejewantahkan imajinasi dan angan-angan menjadi sebuah ide
atau gagasan. Asal tau saja, bahwa maha karya dunia ini diciptakan dari
imajinasi dan angan-angan manusia. Pesawat terbang, misalnya. Ia berawal dari
keinginan manusia saat melihat burung terbang tinggi mengarungi cakrawala.
Maka bacalah! Sesuai dengan
wahyu Tuhan paling perdana, yang menandakan bahwa juru kunci dari segala
inspirasi dalah membaca. Apapun yang bisa dibaca, apapun yang sanggup
dimengerti dan dipahami, maka pahamilah. Kemudian ungkapkan apa yang anda
pahami, apa yang anda mengerti, dalam secarik tulisan yang memberikan arti bagi
para pembacanya.
Tidak usah
mengharapkan apa-apa dari apa yang anda tulis. Apapun yang diperoleh dari
menulis hanyalah nilai tambah dan bukan merupakan tujuan dari kita menulis.
Menulislah, untuk
keabadian. Meninggalkan jejak hidup yang lebih bermakna.
Salam inspirasi!
Adi Esmawan, owner
jurnalva.com
0 komentar:
Posting Komentar