Hari bumi mungkin
bukanlah hari yang spesial atau istimewa. Selain karena tidak masuk sebagai
hari besar nasional atau hari libur nasional, peringatan hari bumi setiap 22
April juga tidak menyajikan seremonial dan acara kebudayaan macam Hari
Kartini-misalnya. Alhasil, sebagian besar kita membiarkan hari bumi hanya
sekedar peringatan tanpa makna dan tanpa antusiasme apapun!
Kata “peringatan hari
bumi”, setidaknya mengingatkan kita betapa bumi dalam kondisi semakin kritis.
Tertandai dengan gejala alam yang sudah sedemikian tidak bersahabat dengan
manusia, iklim yang berubah tidak
menentu, kualitas udara yang kian buruk, bencana, pemanasan global, dan
menyusutnya sumber penghidupan semesta.
Dan, sebagai pemimpin
semua makhluk hidup, manusia adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas
kronisnya bumi yang kian mengkhawatirkan. Mungkin karena manusia-nya yang
kadung korup, rakus dan terlalu berhasrat kuasa, sehingga kelangsungan semesta
harus tergadaikan oleh nikmat sesaat.
Tengoklah, ketika
perut bumi dibor habis-habisan guna menyedot minyak mentah, dampaknya, tragedi
lumpur lapindo bisa menjadi contoh. Pun, soal pengerukan tambang pasir dan
kekayaan bumi lainya yang tidak diimbangi dengan upaya kelestarianya. Alhasil,
malapetaka timbul dimana-mana.
Yang paling
mengerikan adalah pembabatan hutan dan disulap menjadi areal properti. Atau
lahan konservasi yang menjelma menjadi kawasan industri. Ini bukan lagi sekedar
gelagat mengkhawatirkan, namun sudah lebih dari kejadian luar biasa kerakusan
manusia.
Berkali-kali saya
tegaskan, bahwa keseimbangan lingkungan tidak akan pernah bersinergi atau
sejalan dengan logika pembangunan ekonomi. Kita, masyarakat dan manusia
dihadapkan kepada dua pilihan : hidup sederhana dengan lingkungan yang
seimbang, atau hidup serba dimudahkan oleh materi dan teknologi yang berbanding
terbalik dengan keseimbangan lingkungan.
Dan, kita telah
terlanjur memilih untuk hidup mudah dengan mengorbankan masa depan bumi.
Selamat hari bumi.
Adi Esmawan, Owner
jurnalva.com
0 komentar:
Posting Komentar