Bank Sampah, Manajemen Efektif Pengelolaan Sampah
Jangan pernah menganggap enteng masalah sampah. Ya, sampah kadang menjadi musuh paling serius dalam...
Budaya Sambat, Gotong Royong yang Mulai Luntur
Tanpa kita sadari namun sangat kita rasakan, banyak kebaikan dan kearifan yang hilang seiring berjalannya zaman. Dulu, jika..
Programer : Seniman Tingkat Tinggi?
Judul di atas mungkin terlalu “narsis” atau terkesan menempatkan programer pada derajat yang amat terpuji. Tapi agaknya itu yang
Membaca Soekarno, Soeharto dan Indonesia Kita
Kalau hanya untuk menghafalkan materi, tebak-tebakan soal, dan mempelajari keahlian tertentu, tidak usah pakai guru. Pakai komputer saja lebih hebat. Kalau sekolah hanya
Sebentar Lagi, Guru Akan Tersingkir?
Kalau hanya untuk menghafalkan materi, tebak-tebakan soal, dan mempelajari keahlian tertentu, tidak usah pakai guru. Pakai komputer saja lebih hebat. Kalau sekolah hanya menjalankan fungsi “pengajaran”, pakai komputer saja. Tidak usah dan tidak perlu bimbingan guru.
Selamat Hari Buruh Sedunia, Saudaraku
ETIKA LINGKUNGAN
Menulis : Bekerja Untuk Keabadian
Hari Bumi dan Momentum Berbenah
Budidaya Lebah Madu dan Keseimbangan Lingkungan
Ini Dia Tokoh Paling Berpengaruh Dunia 2015
(Vladimir Putin dan Mantan Presiden SBY) |
Mendulang Dollar dengan Ikan Koi
Masih Adakah Tuhan di Hati Kita?
Tesis utama setiap agama adalah mempercayai adanya Tuhan (trust in God), meskipun yang mengetahui kadar keimanan hanya Tuhan itu sendiri. Implementasi dari keimanan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa diwujudkan dengan tingkah dan langkah, bahkan cara hidup (way of life).
Jadi, meskipun rasa percaya adanya Tuhan yang mengetahui hanya Tuhan dan orang (manusia) itu sendiri, akan tetapi rasa atau jiwa ilahiah (religiusitas) dapat diidentifikasi dan dicerminkan melalui tingkah laku sehari-hari
Semakin tinggi rasa keagamaan seseorang (religion intuition), maka semakin taat dan patuh ia terhadap perintah dan hukum-hukum ke-Tuhanan (the devine law), hal ini karena rasa kepercayaan terhadap adanya Tuhan, hadirnya Tuhan dalam mengawasi hidup, sudah menjiwai orang tersebut.
Sebaliknya, semakin rendah rasa kepercayaan manusia terhadap adanya Tuhan, semakin tidak teratur hidup seseorang alias semaunya sendiri dan cenderung berorientasi mengejar kenikmatan dan kebendaan (hedonis-materialis) yang bersifat semu dan fragmentaris (sesaat).
Nah, kalau kita evaluasi diri kita dan realitas di sekeliling kita, masih percayakah kita terhadap adanya Tuhan , atau Tuhan hanya menjadi retorika dan suplemen ludup yang hanya ”sampingan”? Mari kita merenung sejenak, Indonesia adalah negara yang beragama, bahkan dasar konstitusi kita yang pertama menyebut tentang ke-Tuhanan.
Namun, melihat kenyataan, mulai dari korupsi, suap-menyuap, pungli tanpa malu, hingga wajah pelajar dan pemuda kita yang kian amoral, bahkan ”tanpa tedeng aling-aling” menentang dan melanggar hukum moral (imperatife morals/morals law), dan juga hukum-hukum ke-Tuhanan (the devine law /syari’at agama).
Kalau seperti itu, masih adakah Tuhan di hati kita? Atau kita adalah bukan manusia (subhuman nature /animals) sehingga tidak ada rasa percaya terhadap Tuhan (atheis)?
Yang jelas di luar Theologi dan ritus formal, ajaran semua agama secara universal adalah humanisme (kemanusiaan) dan hidup teratur.
Mari, jika kita masih percaya adanya Tuhan, kita dalami nilai agama dan kita amalkan (implementasikan) dalam hidup, atau paling tidak, jangan sampai kita membuat marah sebagian pihak (hingga melakukan tindakan tegas, atau swiping) karena perbuatan yang melanggar agama dan moral di muka umum.
Bukankah menghormati hak dan perasaan orang lain adalah salah satu pilar demokrasi yang kita gembar-gemborkan? Terakhir, semoga masih hadir di hati kita Tuhan yang maha Hadir (omnipresent) yang selalu mengawasi dan mengatur kita untuk memanusiakan manusia agar lebih manusiawi (humaniora).
Penulis : Adi Esmawan
Cerpen : Cinta Dan Pengabdian
Bank Sampah : Manajemen Efektif Pengelolaan Sampah
Siap-Siap, Lowongan sebagai Pendamping Dana Desa
(Menteri Desa PDTT Marwan Ja'far. Sumber : twitter.com) |