Jurnal Wawasan dan Inspirasi Kehidupan

Bank Sampah, Manajemen Efektif Pengelolaan Sampah

Jangan pernah menganggap enteng masalah sampah. Ya, sampah kadang menjadi musuh paling serius dalam...

Budaya Sambat, Gotong Royong yang Mulai Luntur

Tanpa kita sadari namun sangat kita rasakan, banyak kebaikan dan kearifan yang hilang seiring berjalannya zaman. Dulu, jika..

Programer : Seniman Tingkat Tinggi?

Judul di atas mungkin terlalu “narsis” atau terkesan menempatkan programer pada derajat yang amat terpuji. Tapi agaknya itu yang

Membaca Soekarno, Soeharto dan Indonesia Kita

Kalau hanya untuk menghafalkan materi, tebak-tebakan soal, dan mempelajari keahlian tertentu, tidak usah pakai guru. Pakai komputer saja lebih hebat. Kalau sekolah hanya

Sebentar Lagi, Guru Akan Tersingkir?

Kalau hanya untuk menghafalkan materi, tebak-tebakan soal, dan mempelajari keahlian tertentu, tidak usah pakai guru. Pakai komputer saja lebih hebat. Kalau sekolah hanya menjalankan fungsi “pengajaran”, pakai komputer saja. Tidak usah dan tidak perlu bimbingan guru.

5 Hal yang Wajib Dihindari Saat Melamar Kerja

Usai  lulus menempuh pendidikan, baik SMK/SMA maupun perguruan tinggi, pastilah kita dihadapkan pada dua hal : melanjutkan pendidikan atau melamar pekerjaan. Mungkin bagi yang punya banyak modal, bisa membuka lapangan pekerjaan dengan berwirausaha. Meskipun ini sulit dan jarang yang melakukanya karena kebanyakan setelah lulus ingin bekerja menjadi karyawan atau pegawai negeri.

Nah, bagi kamu yang hendak melamar kerja untuk pertama kalinya, berikut lima hal yang wajib dihindari saat kamu melamar kerja.

Pertama, jangan pernah mengajukan lamaran pekerjaan yang  kamu yakin tidak bisa melakukannya. Artinya, jika kamu tidak bisa atau tidak memiliki kemampuan sama sekali di bidang pekerjaan yang ada di lowongan, jangan pernah coba-coba mengajukan lamaran. Resiko kamu ditolak sangat besar dan kalaupun diterima, justru kamu akan merusak  kepercayaan karena kamu tidak bisa menjalankan apa yang menjadi tanggung jawab dan tuntutan pekerjaan.

Kecuali, perusahaan atau tempat kerja menyediakan waktu untuk uji coba atau training dan pelatihan. Ini menjadi tidak masalah. Namun jika perusahan atau tempat kerja tidak memberikan kesempatan untuk berlatih, sebaiknya urungkan niatmu untuk melamar kerja di bidang itu. Cari bidang lain yang menjadi bakat dan kamu sudah memiliki keahlian untuk itu. Karena pada prinsipnya, bekerjalah sesuai skill dan kemampuanmu.

Kedua, hindarilah perilaku menyepelekan berkas lamaran. Banyak pelamar pemula yang menyepelekan kelengkapan dokumen lamaran pekerjaaan. Misalnya membuat SKCK, Kartu Kuning, legalisasi Ijazah, dan menulis tangan surat lamaran. Lengkapi dan uruslah kelengkapan dokumen dengan sebaik-baiknya. Atau usahakan jauh-jauh hari menyiapkan semua dokumen sebelum deadline. Banyak lamaran yang ditolak atau gagal diapprove hanya gara-gara masalah kecil macam ijazah belum dilegalisir, kurang pas foto, dan surat lamaran salah. Bersemangatlah mengurus segalanya dengan teliti.

Ketiga, jangan grogi dan hindari percaya diri terlalu berlebihan saat sesi wawancara atau interview. Bagi kamu yang suka nervous alias grogi, sebaiknya berlatih dulu di depan cermin. Kemudian persiapkan sebaik mungkin jawaban-jawaban yang cemerlang, realistis dan relevan terhadap kemungkinan pertanyaan si pewawancara. Juga jangan terlalu over percaya diri sehingga memberikan jawaban yang terlalu muluk-muluk, tidak realistis dan berlebihan.

Keempat, hindari penggunaan uang atau suap saat melamar kerja. Ini menjadi sangat penting ketika kejujuran dan kepercayaan sedang krisis di negeri ini. Sedikit-sedikit pakai uang untuk memperoleh jabatan ini dan itu. Menyuap demi memperoleh pekerjaan adalah tindakan memalukan, tidak bergengsi dan menunjukan bobroknya integritas. Lebih baik berkali-kali ditolak karena bersih dan tidak pakai amplop daripada diterima namun hasil dari menyuap. So, kepercayaan dan kejujuran adalah modal tak ternilai dan tidak boleh tergadai oleh apapun!

Kelima, janganlah bersikap sombong atau “jual mahal” saat melamar pekerjaan. Ketika anda sudah memutuskan untuk melamar pekerjaan, maka itu menandakan anda membutuhkan pekerjaan tersebut. Meskipun anda orang yang sangat berprestasi dengan nilai akademik yang tinggi, namun tetaplah bersikap rendah hati, bersahaja. Tunjukan kinerja yang bagus serta dedikasi yang tinggi saat anda sudah diterima. Itu sudah cukup menjadi penanda bahwa anda bukanlah orang sembarangan. Kemudian hormatilah seluruh orang yang anda jumpai di perusahaan atau calon tempat kerja dimana anda melamar. Berikan kesan pertama anda sebagai orang yang ramah, murah senyum, familier dan memiliki kecakapan antar personal yang tinggi.


Selamat melamar kerja yah, mudah-mudahan bermanfaat. Maaf kalau ada salah. Kritik dan saran silahkan di kolom komentar.
Share:

Kisah Mengharukan Biksu Kecil dan Jalan Sunyi Pengikut Thariqoh

Usianya masih belasan tahun. Sekecil itu ia sudah berkepala gundul, memakai pakaian kusam berwarna orange dan tinggal di kuil nun terpencil di kaki gunung. Bersama belasan teman yang lainnya, ia memilih jalan hidup yang berat. Menjadi biksu atau pengamal ajaran agama budhist (budha) dengan mengamalkan berbagai dharma yang diajarkan Sidharta Gautama.

Jangan dulu bicara akidah mereka, keyakinan mereka. Karena itu urusan hidayah dan anugerah langsung dari Allohu Robbul Alamin. Dan mereka juga sama seperti kita, sama-sama ciptaan (makhluq) Alloh. Dan tidaklah Dia menciptakan mereka tanpa maksud dan sia-sia belaka. Pun pastilah Alloh tidak menciptakan mereka untuk kita musuhi. Jangan-jangan, kita yang disuruh banyak belajar dari mereka.

Yang hendak saya bicarakan dalam tulisan ini, adalah betapa berat dan luhurnya ajaran Budhis, yang itu telah diamalkan dengan sangat baik oleh para biksu-biksu kecil di kota Bangkok, negeri Gajah Putih, Thailand.

Bayangkan, di usianya yang belia, mereka sudah diajari bagaimana menahan hawa nafsu, berperilaku sederhana, menghindari kerakusan dan tamak dunia, mencintai sesama dan alam semesta. Laku kehidupan mereka lebih banyak diisi dengan meditasi, mendekatkan diri pada kekuatan yang mereka yakini sebagai pemilik hidup mereka.

Jangan dikira, para biksu kecil ini mendapatkan fasilitas mewah, smartphone, gaya hidup yang bergelimang kenikmatan. Mereka sudah dilatih untuk hanya memiliki barang yang benar-benar dibutuhkan saja. Jangan dikira mereka berlomba-lomba dalam kemegahan, mengupdate motor keluaran terbaru atau gagdet terbaru. Untuk menonton televisi dan berita terkini saja mereka tidak menyentuhnya.

Artinya, prinsip para biksu adalah menyerahkan hidupnya kepada ajaran budhis. Jejak hidup Sidharta Gautama benar-benar menjadi jalan bagi mereka untuk memperoleh kenikmatan spiritual. Mereka (sebagian besar) telah berhasil mengisolasi diri dari persaingan tidak sehat lomba rakus-rakusan mengeksploitasi alam ini. Dan mereka juga tidak pernah meminta-minta walau hidup sederhana. Dan jangan kira para biksu itu terlibat politik praktis berebut kuasa, menonton film porno, atau berbuat maksiat yang merusak. Untuk menikah saja mereka tidak boleh. Artinya, mereka benar-benar telah membebaskan diri dari hasrat seksual.


Melihat  kisah di atas dan membandingkanya dengan ajaran Islam, saya sendiri jadi malu kepada Alloh dan Rosulnya. Betapa mulia dan sempurnanya ajaran Islam yang hanya bertuhankan satu, Allohu Ahad. Islam yang juga membawa misi rahmat bagi semesta alam, tapi pemeluknya banyak yang jadi perusak dan pembunuh sesama.

Betapa malunya kita, kepada Alloh Aza Wa Jala, Rosul-Nya, Al Qur’an, dan sunnah, bilamana melihat perilaku biksu-biksu kecil ini yang sudah berperilaku zuhud, waro’ dan tidak bergantung pada dunia. Padahal, bukankah kita diajarkan untuk tidak tamak, rakus, dan tidaklah manusia dan jin dihidupkan melainkan hanya untuk mengabdi kepada-Nya?
Bahkan betapa mbalelonya kita kepada Alloh. Ketika al Qur’an memerintahkan untuk tidak bermegahan, kita justru berlomba bermegahan, mengikuti dan menyerupai kaum kuffar dengan sangat berlebih-lebihan. Menjadikan kemewahan sebagai gengsi, bukan fungsi.
Padahan ajaran Islam tidak sekeras ajaran budhis. Karena rosulluloh adalah contoh paling baik untuk seluruh golongan manusia. Islam sangat mengakomodir kepentingan umatnya. Menikah adalah bagian dari sunnahnya. Disuruh bekerja dengan keras agar bisa berjuang di jalan Alloh dengan harta dan jiwa, agar bisa berzakat, menyantuni anak yatim dan kaum faqir.
Sayang seribu sayang. Umat Islam di akhir zaman ini cenderung mengejar duniawi dan mencintainya dengan sangat berlebihan sebagaimana firman Alloh (wa tuhibunnal malla hubban jamma), dan kalian mencintai harta dengan sangat berlebihan.

Hingga sholat saja, kalah dengan jam kerja. Boro-boro berpuasa sunnah, puasa wajib saja kadang diam-diam kita tinggalkan. Boro-boro bersikap zuhud, paling uang tidak seberapa saja kadang memicu permusuhan dan pertumpahan darah. Apakah ini hidup kita umat Islam?

Namun, sebagian umat Muhammad SAW, ada yang memilih jalan sunyi lagi sepi menjadi penganut thareqoh. Sudahlah. Tidak perlu mempersoalkan thareqoh itu bid’ah atau sesat apa tidak, ada dalil shahihnya atau tidak. Tidak usah hobi mengoreksi dalil orang lain. Mereka sudah jauh beramal, kita baru berpikir soal dalinya mana?



Yang jelas, penganut thareqoh itu menyerahkan dirinya untuk mendekatkan diri kepada Alloh dengan menyepi di camp-camp atau masjid-masjid nun sepi. Mereka berdzikir dalam jumlah wirid tertentu. Dan itu hak mereka. Rosullulloh tidak pernah membatasi jumlah dzikir. Bahkan perintah Alloh “wadzkurulloha katsiro langalakum tuflihun.” Banyak-banyaklah mengingat Alloh (berdzikir) agar kalian beruntung.

Mereka berpuasa, menahan diri, mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan yang semakin renta. Mencoba membersihkan jiwa (tazkiyatun nafs), dari segenap  penyakit hati macam iri, dengki, riya, ujub, sombong dan kemaksiatan lainnya. Kita seharusnya malu. Karena para penganut thareqoh itu menjaga betul perilakunya, bicaranya, pandangan matanya, hafalannya, dzikirnya, menahan hawa nafsu, bahkan makanan dan minumanpun dibatasi. Harus jelas dzat dan sumbernya. Daging saja mereka “ngilari” demi menjaga diri dari kerakusan dan syubhat. Malu kita pada mereka jika yang kita bahas melulu hanya soal  bid’ah, kafir, sesat, konspirasi, Yahudi, Syiah amerika. Justru kita menjadi ketinggalam amal sholeh yang sudah terang jelas perintahnya dalam Al Qur’an maupun hadits.

Jangan harap pula para penganut thareqoh itu merayakan tahun baru, meniup terompet, menghadiri acara musik. Wong tidur dan amalann sunnahnya saja disiplin dan teratur setiap hari. Tak ada waktu untuk nonton TV dan main sosmed macam kita.

Ketika hidup itu keyakinan dan pilihan, maka perkuat dulu keyakinan dengan ilmu pengetahuan. Setelah itu baru jatuhkan pilihan. Perlahan-lahan, kurangi ketergantungan kita pada duniawi. Buang jauh sikap iri, dengki, dan sikap tamak rakus ingin memiliki ini dan itu.

Meski jangan pernah berhenti bekerja keras. Karena itu akan bernilai ibadah sangat besar, bila harta hasil kerja keras itu menjadi fasilitas untuk mendekatkan diri kepada Alloh sebagaimana sahabat Abu Bakar, Ustman bin Affan, Abdurrohman ibn Auf dan sahabat kaya raya lainnya.

Semoga tulisan ini menggugah hati dan fikiran kita. Allohu yarham.


Dukuh Sigong, 28 Desember 2015 
Share:

Ekonomi Digital : Belanja Sambil Bobo Cantik

Anda  gemar berbelanja online? Ya, tahun 2015 merupakan era kebangkitan dunia e-comerce dimana trafic transaksi digital semakin melejit. Dari ujung jari, anda bebas pilah-pilih barang yang diinginkan tanpa harus repot-repot pergi ke pusat perbelanjaan, terjebak macet, membuang banyak energi, atau tawar menawar barang yang kadang menyita waktu.

Kini, untuk memesan barang incaran, kita tinggal mengetikan nama produk atau brand produk di kolom search pada situs e-comerce ternama, macam tokopedia, bukalapak, bli-bli, elevenia, lazada, zalora dan lain sebagainya. Kita tinggal mengklik “beli” kemudian proses pembayaran dan tinggal menunggu barang datang.

Dan menjawab semua itu, dunia perbankan juga terus mengembangkan sistemnya. Kini, untuk membayar semua jenis tagihan, anda sudah tidak perlu lagi repot-repot pergi ke bank atau ATM. Berbagai layanan macam mobile banking, internet banking, sms banking, hingga e-payment atau uang virtual sudah menyajikan kemudahan. Tinggal anda punya banyak saldo atau tidak.

Transaksi ekonomi kini berada di genggaman anda. Sambil “bobo cantik”, anda sudah bisa memborong ini dan itu. Apalagi menjelang detik-detik pergantian tahun. Tawaran diskon menggiurkan dan fantastis, kadang meningkatkan gairah anda untuk terus berbelanja. Hingga tidak jarang banyak konsumen yang terjebak diskon. Bukanya hemat malah boros.

Belanja online juga memiliki banyak kekurangan. Karena interaksi yang dilakukan penjual dan pembeli tidak secara langsung, maka terjadi pengikisan hubungan kemanusiaan di satu sisi. Tidak akan kita jumpai senyum yang ramah, tawar-menawar yang indah, atau hubungan kekeluargaan yang terbangun alami dari sistem ekonomi tradisional.

Dengan terus meningkatnya trafik belanja online, tentu ini merupakan angin segar bagi para pelaku bisnis online yang rata-rata perusahaan besar. Hal ini tentu sedikit banyak menjadi ancaman bagi pelaku usaha di dunia nyata yang memiliki toko fisik dan pasar tradisional.

Keluhan-keluhan pemilik toko fisik di mangga dua atau di pasar klewer solo-misalnya, merupakan contoh kecil yang bukan tidak mungkin akan menjadi percikan kecil bagi pelaku usaha lain yang serupa. Dan, nanti pada waktunya akan menjadi bom waktu : e-comerce membunuh sektor riil atau UMKM.


Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, belanja online sudah menjadi tren gaya hidup yang akan terus berkembang pesat. Tak ada yang bisa mencegah atau menghambat itu. Termasuk regulasi dan aturan. Kita tinggal tunggu saja, medan pertempuran bernama “pasar”  akan menjadi pembantaian baru ekonomi Indonesia, atau sebaliknya, menjadi penggenjot roda ekonomi rakyat yang berkelanjutan.
Share:

Sepucuk Pistol dan Segumpal Dendam


“Dengarkan penjelasanku Devanda, kau harus tau ini”, kataku setengah memaksa sekaligus memohon pada suara di ujung telepon seluler.

“Cukup! Aku tidak butuh penjelasan apapun! Aku tidak akan pernah memaafkanmu. Kau harus bertanggungjawab atas semuanya. Mudah-mudahan anak kita kelak tidak tau kalau bapaknya seorang penjahat busuk!” Bentaknya dengan suara serak diikuti sambungan telepon yang terputus.

Ah, hidup ini memang terlalu rumit. Dan aku berada di tengah pusaran kerumitan ini. Andai saja dulu almarhum ayahku tidak kelewat berani melaporkan mafia itu ke pengadilan, mungkin alur hidupku tidak seruwet ini. Ah, sudahlah. Ini takdir. Terima dan jalani saja. Meski hidupku kini di bawah bayang-bayang penyergapan polisi. Tapi ternyata, menjadi buronan itu sensasi tersendiri. Lebih greget!

Ku ambil sebatang rokok kretek. Kopi yang masih mengepul menemani mataku yang masih nanar merenungi jalan hidup yang seperti mozaik dari pecahan kaca. Warna-warni. Dan satu lagi, benda ini. Benda yang selalu setia menemani petualangan hidupku. Ia lebih dekat daripada istriku yang kini meminta cerai dan amat membenciku. Benda yang selalu ku taruh di dekat tidur dan mimpiku. Dan yang lebih penting, benda ini adalah satu-satunya warisan keluargaku yang semuanya sudah terbunuh. Ia adalah sepucuk pistol revolver standar buatan pindad.

Jangan heran ayahku punya pistol, karena almarhum adalah bekas polisi berpangkat bintara. Kejujuran dan kecintaanya pada negara justru berbuah petaka. Dan dari sinilah cerita kelam itu di mulai.

Siapa yang tidak kenal pada Bob Jumanto. Mafia paling berpengaruh di kota ini. Zaman jaya-jayanya dulu, aku masih kelas satu SD. Kejahatan dan polahnya sudah sangat meresahkan. Anak buahnya berkeliaran di penjuru kota bak hantu drakula mencari mangsa untuk dihisap darahnya.


Anehnya, tidak ada aparat yang berani meringkusnya. Bob Jumanto tidak tersentuh. Kalaupun ada anak buahnya yang tertangkap tangan, paling beberapa hari langsung dilepas bebas. Beberapa LSM dan media yang berani “mengusik” namanya, beberapa hari setelahnya pasti rontok tak tersisa. Mungkin sebab itulah, hampir semua pihak bungkam akan kejahatan yang dilakukan Bob Jumanto berdebah itu.

Dan berani-beraninya ayahku. Seorang polisi dengan pangkat rendahan tanpa beking siapa-siapa yang berani mengumpulkan secarik bukti demi bukti untuk menjerat Bob Jumanto ke meja hijau. Dan, berhasil. Walaupun sebenarnya ini hanya dagelan semu. Jumanto dan beberapa anak buahnya harus meringkuk di penjara. Mereka divonis tiga tahun lebih tiga bulan. Sebuah vonis yang teramat ringan untuk penjahat kelas kakap macam Jumanto.

Hingga almarhum ayah tidak menyadari, kalau tiga tahun tiga bulan itu sangatlah sebentar. Hingga suatu ketika, peristiwa kelam dan mengerikan di usiaku yang masih duabelas tahun itu merenggut ayah, ibu dan kakakku. Hanya aku yang tersisa dari keluarga kecil ini.

Dini hari menjelang subuh. Ku dengar kegaduhan dari ruang tamu. Pintu digedor layaknya penggrebekan teroris. Almarhum ibu membopongku yang sudah terjaga dari tidur, lalu memasukkanku pada almari baju di pojok kamar.

“Nada, kamu tetap diam disini, apapun yang terjadi. Jangan bersuara”, bisik ibuku lembut. Dan itulah kata terakhir yang aku dengar darinnya.

 Kemudian pintu almari dikunci rapat. Beruntung aku tidak mati kehabisan nafas karena masih ada celah bagi oksigen untuk menyuplai nafas.

Hingga beberapa detik kemudian, letusan pistol bertubi-tubi menyalak di tengah keheningan. Dan daribalik celah engsel almari, ku menyaksikan sendiri jeritan ibu dan kakak yang terdengar pilu. Terpratri jelas pula dua sosok yang tega membunuh orang yang paling aku sayangi. Dan beruntung, Tuhan masih memberiku kesempatan hidup.  Keberadaanku di almari tidak terendus oleh Jumanto dan anak buahnya.

Baru saat suasana benar-benar sepi. Ku teriak minta tolong sebisaku. Tetangga kanan kiri datang bergerombol. Hingga lama menunggu, baru ada yang membuka paksa almari tempat aku sembunyi. Ternyata polisi.

Karena aku masih kecil. Belum terlalu paham apa yang sebenarnya terjadi. Ku lihat ayah, ibu, dan kakak sudah terbujur kaku di tengah mata-mata iba para tetangga. Tembusan peluru begitu kasat dan jelas.

Semenjak itu, hidupku diungsikan ke kampung. Ikut pamanku yang merupakan adik kandung almarhum ayah. Untung saja, paman menyembunyikan asal-usul hidupku rapat-rapat. Aku diperlakukan layaknya anak sendiri. Hingga saat aku lulus sekolah menengah. Baru ia ceritakan hal ihwal semuanya. Termasuk menyerahkan sepucuk pistol yang paman diam-diam sembunyikan saat mengemasi barang-barang ayahku dulu.

Dendam segera membara dari ujung ubun-ubunku. Bayangan pembunuhan kejam di mataku itu seakan membakar semangat untuk balas dendam. Namun berkali-kali niatku untuk bertindak goblok dicegah oleh paman. “Tunggulah saat yang tepat nak Nada. Kalau tidak. Kamu yang mati konyol. Nyawa pamanmu dan keluarga juga terancam. Jumanto itu bukan orang sembarangan”.

Dan karena nasehat  itu, kusimpan sementara dendamku di sudut kenyataan. Ku jalani hidup dengan semangat.  Belajar dan belajar terus ku jalani. Hingga gelar sarjana dengan seabrek prestasi aku raih.


Dan entah karena faktor kebetulan atau tidak, setelah sarjana aku justru melamar pekerjaan diperusahaan yang ternyata itu adalah milik Jumanto. Ia duduk sebagai owner sekaligus CEO-nya. Karena nilai dari prestasiku yang lumayan, diterimalah aku sebagai pegawai perusaahan. Dendamku semakin berkecamuk saat mataku dan matanya berpapasan. Namun aku tahan sekuatnya. Tunggu waktu yang tepat. Aku berusaha menjadi anak buahnya dengan sebaik-baiknya.

Hingga hal yang tidak aku duga benar-benar terjadi. Aku dipertemukan dengan gadis cantik yang memikat hatiku. Dan dia adalah anak bungsu Jumanto. Dan dia ternyata juga menaruh hati padaku. Dengan sekuat tenaga, kucoba berusaha memikat hati Jumanto agar aku bisa diterima sebagai menantunya. Ternyata : berhasil. Prestasi, ketrampilan dan dedikasiku pada perusahaan membuat hati mafia kelas kakap macam Jumato luluh. Diapun mengawinkan putri bungsunya denganku tanpa sedikitpun menaruh curiga.

Setelah itu, berbagai kesempatan emas untuk mengabisi Jumanto sengaja aku lewatkan. Aku bimbang. Walau bagaimanapun, ia adalah mertuaku, ayah dari isteriku, dan calon kakek dari anakku kelak. Ya, istriku, si anak dari pembunuh keluargaku sudah mengandung anakku. Pun Jumanto juga sudah tidak lagi sebengis dulu. Kelakuannya sudah membaik. Mungkin ia sudah insyaf.

Hingga beberapa waktu lalu, tanpa sengaja Jumanto memasukki kamarku dan menemukan fotoku bersama almarhurm ayah, ibu dan kakakku. Ia terkaget bukan main. Berarti ia masih ingat masa lalunya.

Dan saat itulah, niatku untuk membunuh Jumanto kembali muncul. Daripada aku yang nantinya dibunuh, mending dia yang aku bunuh. Ku dorong tubuhnya yang sudah tua itu hingga terbentur ke tembok. Tak kuduga, dia masih kuat dan balik menyerangku. Hingga, pistol yan selama ini kusimpan rapi di laci rias istriku itu ku bidikkan tepat di kepala Jumanto. Setengah tak percaya, akupun segera kabur dari rumah sebelum aksiku ketahuan anak buah Jumanto dan juga istriku tercinta.

Kini, dendam ayahku memang sudah terbalas lunas. Batok kepala mafia tua bangka itu sudah pecah tertembus peluru pistol bersejarah ini. Namun yang selalu aku khawatirkan, bagaimana jika anakku kelak menuntut balas atas kematian mendiang kakeknya?

Adi Esmawan, Dukuh Sigong, 26 Desember 2015




Share:

MARI BERBAGI, BUKTIKAN PEDULI DI BULAN DANA PMI


Pernahkah sejenak saja kita membayangkan, bagaimana penderitaan saudara-saudara kita yang sedang mendapatkan musibah dan merasakan kesusahan? Hampir saban hari, di layar kaca, kita lihat musibah dan bencana silih berganti menguji dan menegur keteguhan bangsa ini. 

Musim kemarau datang kekeringan, kebakaran. Lalu musim penghujan datanglah banjir, tanah longsor. Pun musibah-musibah yang tidak terduga macam gempa, kapal karam, pesawat jatuh, pengungsian akibat konflik, wabah penyakit menular, hingga kecelakaan lalu lintas. Sungguh, sebagai manusia dan sesama anak bangsa, kita tentu ikut merasakan apa yang mereka rasakan.

Dan selalu saja, di balik sederet peristiwa musibah dan bencana, kita menyaksikan sendiri berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tangan ikut sigap dan peduli. Mereka yang selalu ada, mengulurkan tangan-tanganya secara sukarela. Melakukan apa yang bisa dilakukan, membantu apa yang mesti dibantu. Siapa mereka? Ya benar sekali. Merekalah Palang Merah Indonesia atau lebih akrab dengan sebutan akronimnya “PMI”

Bhakti Sosial PMI saat Kekeringan Air Bersih. Foto : http://rawaurip.cirebonkab.go.id/

Sejak awal sejarah berdirinya, PMI selalu memberikan sumbangsih nyata dan tidak pernah absen membantu pemerintah dalam menangani pelbagai problematika bangsa ini yang berkaitan dengan kepalang-merahan. Sebut saja tanggap darurat bencana alam, pertolongan dan evakuasi, penanganan pengungsi, pemulihan pasca bencana, penyediaan stok darah, hingga tanpa rasa takut rela bertaruh nyawa bertugas di daerah-daerah yang sedang dilanda konflik atau peperangan.

Relawan PMI mungkin bisa kita sejajarkan dengan pejuang yang mulia. Sedang organisasi PMI-nya  adalah laskar pejuang yang istimewa. Ia menjadi wadah bagi putra-putri bangsa yang berniat mengabdi, berkarya peduli, serta berbhakti kepada bangsanya sendiri.

Tidak ada tujuan lain. Hanya semangat peduli sesama dan rasa kemanusiaan yang menjadi tujuan mereka. Karena PMI adalah organisasi nirlaba yang tidak mengejar profit macam perusahaan korporasi. PMI juga tidak memiliki tendensi politik, fanatisme ras, maupun berafiliasi dengan organisasi masyarakat manapun. PMI adalah pejuang sejati. Idealisme itu terpegang teguh serta termaktub dalam tujuh prinsip dasar gerakan palang merah, yakni kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesatuan, dan kesemestaan. Untuk profile PMI lebih lengkap, silahkan anda mampir di laman resmi PMI www.pmi.or.id
 
Kesiap-siagaan PMI dan BNPB saat Evakuasi Korban Banjir Kab. Rokan Hulu, Riau beberapa waktu Lalu. Foto : http://pmirokanhulu.or.id/
Nah, setelah kita melihat, menyaksikan dan membaca kiprah PMI yang sungguh luar biasa, sekarang mari kita bertanya, apa yang sudah kita lalukan? Apakah hanya berucap “saya ikut prihatin, saya ikut peduli” atau hanya menulis status berempati di jejaring sosial? Atau hanya merasa bersedih tidak bisa membantu sesama anak bangsa yang sedang kesusahan? Apakah cukup kita hanya berdiam diri berpangku tangan tanpa melakukan apa-apa?

Ayo peduli bantu sesama, wujudkan rasa empati dan kasih sayang kita sebagai sesama putra bangsa melalui kegiatan bulan dana PMI. Anda dapat menyisihkan sebagian rezeki, berapapun besarnya, kemudian sumbangkan dengan sukarela ke salah satu rekening Palang Merah Indonesia berikut ini :

1. Bank BCA Kantor Cabang Utama Thamrin Nomo Rekening : 206-38-1794-5 atas nama PMI DKI JAKARTA Panitia Bulan Dana PMI Provinsi DKI Jakarta.

2. Bank MANDIRI Kantor Cabang Kramat Raya Nomor Rekening : 123-00-17091945 atas nama PMI DKI JAKARTA Panitia Bulan Dana PMI Provinsi DKI Jakarta.

3.Bank DKI Kantor Cabang Utama Juanda Nomor Rekening : 101-03-17094-7 atas nama PMI DKI JAKARTA Panitia Bulan Dana PMI Provinsi DKI Jakarta

Dengan menyumbang, kita turut berkontribusi secara nyata. Meskipun kita tidak terjun langsung sebagai sukarelawan di medan bencana dan daerah konflik, namun kita sedikit banyak telah membantu melalui laskar PMI

Mudah-mudahan, berapapun besarnya nominal ayang anda donasikan, akan digunakan dengan amanah oleh PMI untuk membantu saudara-saudara kita yang tengah diuji oleh Tuhan dengan berbagai kesusahan. Mereka tidak sendiri karena ada kita, ada PMI, ada manusia-manusia lain yang belum mati rasa untuk peduli dan berbagi.

Salam Hormat.



Share:

Islam : Tebarkan Salam, Jagalah Alam!

Kami berdiri di bawah mentari, di tengah kemegahan semesta. Angin berhembus membelai tubuh kami, menghilangkan penat mengusir lelah. Di antara jernihnya air yang mengalir sampai jauh, kami tumpahkan segala syukur pada Sang Pencipta.



Sebagaimana Al Qur’an memaktubkan firman-Nya “Dan sesungguhnya telah Aku tempatkan kalian (manusia) di atas bumi, dan disediakan diatasnya sumber penghidupan. Tapi, alangkah sedikit diantara kalian yang bersyukur (berterima kasih). (Q.S Al A’raf ayat 10)

Dan benar sekali, alangkah sedikit manusia yang bersyukur pada Sang Pencipta. Itu terbukti, dari perilaku manusia yang lebih berpotensi merusak daripada merawat alam. Jelas di depan mata. Hutan-hutan yang luluh lantak dibakar atau ditebang, sungai-sungai yang berubah menjadi muara sampah, udara yang dipenuhi oleh emisi, hingga penggusuran dan pengrusakan alam secara sadar dan sengaja.

Alasannya juga sungguh bermacam rupa, mulai dari niat “memudahkan kehidupan manusia”, hingga pertumbuhan ekonomi.

Hingga Tuhan melalui kalam-Nya dalam Al Qur’an berfirman “Telah jelas kerusakan di darat dan di lautan, yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia. Dan akan kami timpakan sebagian akibat dari perbuatan mereka”. (Q.S Ar Ruum ayat 41)

Alam ini, sebenarnya sangatlah cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia. Namun tidak akan cukup untuk memenuhi keinginan-keinginan manusia. Karena, manusia itu cenderung tamak, ingin serba mudah, serba enak dan serba dimanjakan. Mereka lupa, bahwa bumi dan isinya hanyalah “fasilitas sementara” yang akan Ia tinggalkan setelah jabis “masa jabatan” hidupnya.

Sungguh indah ajaran agama ini, yang mengamanatkan kita untuk menjaga alam semesta. Melindungi kehidupan mahkluk-makhluk-Nya. Amanah itu tertuang jelas dalam prinsip “wa maarsalnaka illa rahmatal lil ‘alamiin”. “Dan tidaklah Aku mengutusmu (Muhammad), kecuali sebagai rahmat (kasih sayang) bagi seluruh semesta alam” (Q.S Al Anbiya ayat 07). Jadi bukan hanya manusia, melainkan seluruh semesta yang harus dikasihi.  Islam itu mengajarkan dan menumbuhkan kasih sayang, kedamaian, keseimbangan lingkungan dan kesejahteraan semesta. Jangankan kepada sesama manusia, kepada tetumbuhan dan binatang-binatangpun, kita harus mengasihi.

Lalu bagaimana dengan golongan yang menagatasnamakan “Islam”, namun suka berperang mengebom sana-sini, merusak lingkungan, dan menumpahkan darah sesama manusia atas nama penegakkan khilafah?

Mungkin karena sebab ini, para malaikat bertanya kepada Alloh SWT yang diabadikan dalam Al Qur’an :
"Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan manusia kholifah (pemimpin) di muka bumi". Para Malaikat berkata :"mengapa Engkau hendak menjadikan manusia (khalifah) di bumi itu, padahal manusia yang akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah, sedangkan kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau". Rabb berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui'". (QS. Al Baqarah ayat 30)
Inilah, sebuah fakta dari Al Qur’an, bahwa hobi manusia memang berbuat kerusakan di muka bumi dan saling menumpahkan darah karena perebutan kekuasaan. Merekalah orang-orang yang tidak diberi petunjuk oleh Alloh. Mereka tidak memahami Al Qur’an secara utuh, yang mengajarkan kasih sayang, keindahan dan kedamaian.

Imam Ali bin Abi Thalib (rodhiyallohu nganhu), pernah memprediksi, bahwa akan ada segolongan kaum yang mengaku Muslim, jidat mereka hitam, dan mereka hafal Qur’an tetapi tidak lebih di tenggorokannya saja. Mereka suka menumpahkan darah dan berbuat kerusakan atas nama penegakkan khilafah. Mereka berkata tidak ada hukum selain hukum Alloh. Tapi sebenarnya, itu semua sebatas slogan. Tujuan mereka hanya ingin berebut kekuasaan (politik) dan mendominasi dunia. Mereka itulah yang sering disebut sebagai golongan “khawarij”.

Islam itu menebarkan kedamaian. Dibuktikan dengan sunnah dari nabi untuk menebarkan salam dan saling berjabat tangan sesama muslim. Dalam salam, terkandung jalinan kekeluargaan, saling mengasihi, mendoakan, dan menyayangi. Begitu pula soal menyayangi anak yatim dan faqir miskin yang  begitu bernilai tinggi di hadapan Alloh. Inilah prinsip agama Islam yang sebenarnya, yang akan mengantarkan pemeluknya pada kemuliaan di dunia dan akhirat. Amiin.

Mari, sebarkan salam, jagalah alam, untuk keseimbangan semesta dan membuktikan bahwa manusia adalah kholifah terbaik di muka bumi. Allohu a’lam.


Penulis : Adi  Esmawan, pengasuh Muhibul Qur’any dusun Sigong Desa Tempuran, owner jurnalva.com 
Share:

E-Commerce dan Masa Depan Ekonomi Indonesia

Ada yang menyentak, ketika kini kawasan pertokoan elektronik dan komputer terbesar di Indonesia, yakni kawasan Mangga Dua, Jakarta, banyak yang tutup alias gulung tikar. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan jumlah pembelian komputer baik berbentuk dekstop (PC), laptop, tablet, maupun smartphone yang terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu.

Ternyata, penyebab utama menurunnya volume penjualan di toko-toko besar adalah semakin menjamurnya toko online. Kini, untuk membeli komputer tidak perlu repot-repot pergi ke Mangga Dua atau toko elektronik ternama. Cukup memesan di situs toko online seperti Lazada, Tokopedia, Elevenia dan lain sebagainya melalui layar komputer. Pembeli rela menambah ongkos kirim lebih mahal daripada harus langsung datang ke toko fisiknya.

Hal serupa juga berlaku untuk produk atau barang-barang lain. Mulai dari aneka fashion, aksesories rumah tangga, ATK, meubelair, hingga cemilan atau makanan ringan dapat dipesan secara online. Bukan tidak mungkin, di kemudian waktu toko-toko fisik untuk komoditas tententu, harus ikut menyalin rupa menjadi toko online agar tetap survive di tengah persaingan yang semakin ketat.

E-commerce (istilah umum dari perdagangan online/elektronik), adalah dunia baru kegiatan ekonomi yang masih menjanjikan peluang. Bahkan, Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu mengumpulkan para pakar IT untuk mendiskusikan peran IT dan e-commerce dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pertanyan yang menggelitik kita, sudah siapkah manusia Indonesia menghadapi persaingan e-commerce? Sudah siapkah masyarakat kita untuk berubah atau bermigrasi ke kultur digital? Bagaimana keadaan ekonomi Indonesia, jika kebanyakan produk e-commerce adalah produk impor (bukan produk lokal?

Untuk masyarakat yang tinggal di perkotaan dan juga anak-anak muda (baik di desa maupu kota), mungkin budaya online sudah menjadi cara hidup keseharian. Meskipun kebanyakan baru digunakan untuk sosial media. Lambat laun, masyarakat akan semakin mengerti tentang e-commerce dan dua kemungkinan akan terjadi : tertarik atau tetap nyaman di kultur tradisional.

Ingat, bahwa perdagangan online bukanlah tanpa resiko dan kekurangan. Ada beberapa hal yang sering dikeluhkan seperti integritas penjual, kasus penipuan online, judi online, penyelundupan narkoba, pencurian kartu kredit, hingga ketidaksesuaian antara gambar dengan barang yang dibeli.

Namun, melirik geliat pasar e-commerce yang kian menjanjikan, ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Mulai dari jasa pengiriman barang, distributor produk tertentu, atau ikut berjualan di lapak yang sudah disediakan oleh situs pasar online.

Peluang mengembangkan produk lokal dan kuliner tradisional juga terbuka lebar, meskipun harus berani bersaing dengan kompetitor ternama atau bahkan dari luar negeri.

Simpulan akhir, kita telah memasuki era baru, yakni e-commerce. Mungkin saja, tahun-tahun mendatang, kita akan memesan sate dari kamar tidur lewat ­e-commerce. Gaya baru, cara baru, tradisi baru dengan segenap kelebihan dan kekurangannya. Bersiap-siaplah. Kembangkan skill dan kompetensimu!


Penulis : Adi Esmawan----
Share:

AWAS! WASPADA RADIASI MONITOR

Coba cek, berapa jam tiap harinya mata anda memandang layar handphone, komputer, atau televisi. Kemudian cek juga bagaimana kondisi kesehatan mata anda! Jangan-jangan, mata anda terdampak radiasi monitor.

Kemajuan gadget dari tahun ke tahun semakin canggih. Pada dua dasawarsa lalu layar monitor komputer yang beredar di Indonesia kebanyakan dalam bentuk tabung, kini layar monitor semacam itu sudah sulit dijumpai lagi bahkan hampir dikata sudah musnah.

Sebagai gantinya lahir layar monitor berbentuk pipih, hanya setebal 1-2 cm dalam berbagai ukuran. Layar monitor baik generasi lama maupun generasi baru tersebut yang diaplikasikan di komputer, laptop, telepon seluler, televisi dan berbagai produk gadget lainnya mempuyai radiasi yang membahayakan kesehatan mata. Risiko radiasi ini pada umumnya kurang diperhatikan oleh para pengguna komputer. Bahkan bagi maniak (penggemar berat ) komputer mengabaikan risiko tersebut.

Memang, betapa asyiknya duduk berlama-lama di depan komputer. Baik itu sebagai sebuah pekerjaan atau hanya sekedar mengisi waktu luang. Tidak jarang pecandu game mampu duduk di depan komputer sampai berjam-jam tanpa istirahat. Apalagi sekarang di jagat maya banyak terdapat jejaring sosial sepert facebook, dan twitter.

Selain itu, bagi para pengemar game, baik game-game instalan di komputer atau game online yang banyak beredar di dunia internet juga menjadi sebab utama bertahan lama di depan layar monitor komputer. Mereka tak menyadari, bahaya radiasi layar monitor dapat merusak kesehatan matanya. Tanda-tanda awal yang dapat dirasakan terkena radiasi adalah mata menjadi berair dan terasa pedih. Hal ini karena pengaruh dari radiasi yang ditimbulkan layar komputer. Elektromagnetik Monitor komputer menghasilkan beberapa jenis radiasi, yang kesemuanya tidak dapat diderai oleh pancaindera kita.

Adapun gelombang gelombang dan radiasi yang dihasilkan oleh sebuah monitor adalah sinar X, sinar Ultraviolet, gelombang mikro, radiasi elektromagnetik frekuensi rendah, radiasi elektromagnetik frekuensi amat sangat rendah. Radiasi gelombang elektromagnetik yang ditimbulkan komputer tersebut bisa mengganggu kesehatan mata.

Hal ini berdasarkan hasil riset yang dilakukan American Optometric Association (AOA) bahwa radiasi komputer dapat menyebabkan kelelahan mata dan gangguan lainnya pada mata. Kebanyakan gejala yang dikeluhkan responden adalah soal kelelahan mata, pandangan menjadi kabur dan mata kering. Masalah visual lainnya yang timbul adalah soal gangguan sakit kepala dan sakit leher atau bahu. Untuk itu bagi pengguna komputer sangat dianjurkan melindungi kesehatan matanya dengan cara antara lain menggunakan pelindung layar komputer atau filter, pilih layar komputer yang tingkat radiasinya rendah seperti layar liquid crystal display (LCD), jaga jarak pandang mata dengan monitor yakni idealnya 45 cm.

Selain itu sesuaikan posisi layar komputer dengan mata. Artinya jangan ketinggian dan jangan terlalu rendah karena bisa menyebabkan sakit pada leher. Jika posisi monitor ketinggian dari pandangan mata akan menggangu pasokan udara ke otak. Untuk itu ebaiknya layar monitor diposisikan sejajar dengan pandangan mata. Guna mencegah kelelahan mata sebaiknya tempatkan monitor dengan posisi yang ergonomis. Monitor harus ditempatkan pada posisi 16-30 inci dari mata, tergantung seberapa besar layar. Umumnya posisi yang nyaman untuk menatap monitor adalah 20 hingga 26 inci.

Sering Berkedip Hal penting lainnya adalah pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu buram tidak baik bagi kesehatan mata. Pencahayaan yang terlalu terang akan membuat mata menjadi silau, sedangkan pencahayaan yang terlalu buram membuat mata bekerja lebih keras untuk melihat. Hal ini akan membuat mata menjadi cepat lelah. Untuk itu, cobalah sesuaikan pencahayaan dan kontras monitor hingga mata bisa melihat dengan nyaman.

Jangan lupa juga untuk menyesuaikan resolusi dengan karakter di monitor agar dokumen- dokumen mudah dibaca. Upaya lainnya jangan terus-terusan pandang layar komputer. Usahakan sediakan waktu beberapa menit untuk mengendorkan dan mengistirahatkan mata dengan mengalihkan perhatian. Ini akan mengurangi kepenatan mata dan otot. Segarkan mata dengan cara memandang ke ruangan lain atau memandang indahnya langit biru atau tanaman hijau. Bagi pengguna komputer jika jarang mengedipkan mata akan membuat matanya menjadi kering.

Karena itu sering berkedip, karena dengan berkedip mata akan mengeluarkan air mata yang akan menyebar ke seluruh permukaan kornea untuk menjaga mata tetap lembab dan jernih. Terhadap masalah bahaya radiasi monitor komputer ini, seorang ahli mata (optometrist) yakni Dr Jay Schlanger mengatakan, beberapa perusahaan mulai membuat lensa yang bagian atasnya dirancang untuk melihat komputer, dan bagian bawahnya untuk membaca.

Pengguna lensa kontak juga punya solusi, yaitu dengan mengganti lensa kontak generasi baru yang terbuat dari silikon hydrogel. ”Silikon jenis ini memungkinkan daya transmisi oksigen yang lebih tinggi dibanding jenis lain,” ungkap Schlanger.


Sumber : Harian Suara Merdeka Cetak edisi 02 Agustus 2013 
Share:

Privacy Polis

Kebijakan Privasi untuk http://www.jurnalva.com/. 


Pada http://www.jurnalva.com/, privasi dari pengunjung yang datang ke situs kami sangatlah penting. Kebijakan privasi ini menguraikan informasi pribadi yang kami terima dan dikumpulkan oleh http://www.jurnalva.com/ dan bagaimana kami menggunakannya.


File log 
Seperti banyak situs Web lain, http://www.jurnalva.com/ yang menggunakan file log. Informasi dalam file log meliputi protokol internet (IP) alamat, jenis browser, Internet Service Provider (ISP), tanggal / waktu cap, merujuk halaman keluar dan jumlah klik untuk menganalisis kecenderungan, mengelola situs, melacak gerakan pengguna di sekitar lokasidan mengumpulkan informasi demografis. Alamat IP dan lain informasi tersebut tidak terkait dengan informasi yang pribadi.
Silahkah hubungi

Cookies dan Web Beacons 
http://www.jurnalva.com/ tidak menggunakan cookies


Share:

Pilkades dan Telaah Kritis Terhadap Praktik Berdemokrasi

Sejatinya, desa adalah miniatur negara. Atau dalam ranah penelitian (research), desa merupakan sample atau contoh rill bagaimana kita menilai praktik berdemokrasi di negeri ini. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), adalah cerminan paling nyata dari apa dan bagaimana sesungguhnya pemilihan   umum di tingkat yang lebih tinggi, yakni Pemilihan Umum Kepala Daerah, Pemilu Legislatif, dan Pemilihan Presiden. Jika kita telaah lebih dalam, sebenarnya proses demokrasi di negeri ini masih jauh dari harapan.  

Mari kita belajar dari prosesi pemilihan kepala desa. Dan kebetulan, 5 Oktober mendatang, desa Tempuran Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara, akan melaksanakan hajat akbar, yakni memilih kepala desa sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Secara spesifik penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indoneisa Nomor 43 Tahun 2014  dan dijabarkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014.

Dalam praktik pemilihan kepala desa, yang kita dapati pertama kali adalah tradisi politik “modal tinggi”. Siapapun yang ingin mengabdikan diri sebagai kepala desa, harus memiliki kantong tebal sebagai prasyarat utama. Mungkin ini sebagai konsekuensi logis proses demokrasi biaya tinggi. Untuk ukuran saat ini, seorang calon Kepala Desa harus mengeluarkan minimal 50 – 100 juta. Nominal itu diantaranya untuk membayar ongkos resmi pembiayaan Pilkades yang dibebankan kepada calon, biaya sosialisasi (banner & baliho), serta konsumsi dan rokok untuk para tamu dan simpatisan sang calon kades.

Sangat ironis, dimana panitia penyelenggara biasanya membebankan sebagian besar biaya penyelenggaraan Pilkades kepada para calon. Seakan-akan, yang berkepentingan hanya calon kepala desa. Padahal, yang paling berkepentingan seharusnya adalah masyarakat.

Jika calon kepala desa sudah “dituntut” untuk mengeluarkan modal tinggi, maka yang terjadi adalah logika ekonomi. Dimana setelah menjabat sebagai kepala desa, yang dipikirkan pertama kali bukanlah bagaimana membangun desa agar semakin maju, melainkan bagaimana “cepat balik modal”. Dan inilah  salah satu faktor tumbuh suburnya budaya korupsi di negeri ini.
Juga di level kepala daerah. Sekarang berapa gaji “resmi” Bupati, Walikota, Gubernur, dan Presiden? Lalu bandingkan berapa besarnya biaya politik yang mereka keluarkan saat kampanye. Silahkan dikalkulasi. Kemudian kita akan bertanya-tanya, uang darimana? Sumbangan siapa? Jika demikian, independen-kah pemimpin kita? Atau ada “iktikad” balas jasa kepada para donatur kampanye? Ah, sudah. Lupakan. Kembali ke Pilkades.

Seharusnya, untuk menjaring calon pemimpin berkualitas, berintegritas, dan penuh semangat membangun desa, maka seluruh biaya Pilkades dibebankan kepada masyarakat dengan dibantu pemerintah daerah. Dalam pemendagri 112 pasal 48 huruf (a) dan (b), jelas disebutkan bahwa pembiayaan  Pilkades dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kota meskipun khusus untuk kebutuhan pada saat pemungutan suara. Nah, sisanya digotong ramai-ramai oleh masyarakat desa. Pasti ringan. Atau agar masyarakat tidak terbebani, bisa juga dianggarkan dalam APB Desa.

Sehingga, bakal calon kepala desa yang “berkualitas” namun tidak punya uang, bisa ikut berkompetisi dalam pilkades. Juga logika “balik modal” dapat dihindari. Karena masyarakat yang membiayai proses demokrasi, maka setelah menjabat kepala desa memiliki “beban moral” yang tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada rakyat.


Sayang, hajatan demokrasi dari tingkat desa sampai level nasional selalu saja “mengajarkan” masyarakat untuk melakukan politik pragmatis. Mudah-mudahan di desaku tercinta tidak ada lagi yang namanya intimidasi, pemaksaan hak pilih, “serangan fajar” apalagi bagi-bagi amplop secara terbuka. Kemudian semua rangkaian proses demokrasi dapat berjalan dengan damai, dewasa, dan mengedepankan persaudaraan di atas segalanya.

Adi Esmawan, owner jurnalva.com




Share:

Tuhan Baru itu Bernama Media


Sejak anda bangun tidur, meski masih bersandarkan bantal dan berselimut, anda sudah berselancar di ruang mayantara.  Ada yang hanya sekedar update status di sosial media, atau mencari berita terbaru yang sedang heboh.  Ponsel pintar selalu menemani kegiatan anda, bahkan disimpan paling dekat dengan “tidur” dan mimpi-mimpi kita.

Teknologi informasi telah merubah wajah kehidupan. Informasi yang memuat ilmu pengetahuan, berita terbaru, gosip terbaru, fakta dan opini, hingga kicauan alay dan tidak bermutu, dari belahan bumi manapun, lintas benua, dengan mudahnya kita dapatkan dari layar smartphone yang teknologinya terus maju pesat.

Tentu saja, kemudahan mengakses informasi ini ada manfaat dan mudharatnya. Ada progress dan regress-nya. Ada positif dan negatifnya. Untuk manfaatnya banyak sekali, dari kemudahan memperoleh khazanah pengetahuan sampai mencerdaskan kehidupan bangsa dengan harga yang “semakin murah”. Juga kebebasan berbicara dan beropini (freedom of speech and opinion) yang sesuka dan “semau kamu”.

Namun unsur kemunduranya juga tak kalah banyak dan semakin meresahkan. Mulai dari pencaplokan “budaya lokal” oleh raksaksa kebudayaan yang mendominasi pemberitaan media, tercecernya ilmu pengetahuan sehingga menumbuhkan kebiasaan “malas berkarya”, suburnya plagiarisme, hingga betapa “maha kuasanya” media dalam menentukan arah kehidupan, baik dan buruk, serta membentuk cara pandang terhadap dunia (world view) di otak masyarakat.

Ya, media memang maha kuasa. Ia adalah Tuhan baru yang mampu menggerakan hati manusia untuk berbuat “apa” dan “bagaimana”. Apa yang menurut media “baik” maka menurut “masyarakat” juga baik. Apa yang sudah divonis “media” jelek dan buruk, maka menurut “otak” kita juga jelek dan buruk. Dan apa yang menurut media “penting”, menurut kita juga penting. Dominan sekali media dalam menentukan opini publik.

Dan menarik sekali artikel dari budayawan Emha Ainun Nadjib yang berjudul “Patuh Kepada Media”. Dalam kutipan artikel tersebut, Cak Nun menyatakan dalam bahasanya yang khas :
Terkenal itu lebih hebat dibanding berlmu, dibanding profesional, dibanding saleh, dibanding apapun saja. Menjadi orang terkenal lebih dipilih orang untuk dijadikan apa saja dibanding orang terampil, cakap, bermoral, berintegritas, dan jelas keunggulan apapun saja lainnya. Andaikan saja ada Nabi dan Rasul, kalau perlu jika ada malaikat atau jin yang berada dalam konstelasi: berani taruhan orang terkenal akan memperoleh suara lebih banyak dibanding mereka semua itu dalam pemilihan-pemilihan.”
Maksud dari tulisan Cak Nun di atas kurang lebih, bahwa figur buatan media yang “terkenal” lebih diutamakan oleh masyarakat dalam hal apapun. Inilah dominasi “telak” media. Orang biasa tanpa kelebihan apa-apa-misalnya, jika sudah diekspose oleh media sedemikian rupa, maka ia akan menjadi dewa yang tak terkalahkan. Masyarakat akan jatuh cinta padanya.

Fungsi dari media untuk memberikan informasi yang “baik” dan “berimbang” hampir dikatakan sekarat dan mati akibat tujuan utama media bukan lagi memberikan informasi yang faktual dan pengetahuan yang “murni”. Media sudah terjerembab dalam ranah industri, sehingga “trafik pembaca” dan “kue iklan” menjadi tujuan utama.

Media cyber atau media online, selalu mengutamakan kecepatan dan mengabaikan akurasi fakta. Media online lebih memikirkan bagaimana caranya menarik perhatian pembaca sehingga hal yang tidak penting sengaja dibuat heboh. Sehingga jangan heran jika ada judul pemberitaan yang “menarik” namun isinya “menipu”. Itulah budaya media.

Apalagi di ruang sosial media. Jika kita tidak pandai memfilter, maka banyak sekali informasi “sampah” dengan berbagai motif yang semuanya menjurus pada “uang”.
Maka, untuk para pembaca setia media cyber dan pengguna sosial media, perlu selektif sekali dalam memilih dan memilah informasi. Kemudian jangan asal menghakimi hanya berdasarkan pemberitaan media. Apalagi, melihat “kelakuan” media masa saat pemilu 2014 silam, membuat kita tersadar bahwa media lebih berperan sebagai “corong” kepentingan dibandingkan memperjuangkan idealisme dan knowledge yang bermanfaat bagi masyarakat. Meskipun demikian, media cyber adalah “gudang ilmu” yang selayaknya anda jelajahi dengan penuh kesabaran. Salam hormat.

Saya sambung lain waktu.

Author : Adi Esmawan, owner jurnalva.com


Share:

Definition List

Unordered List

Support