Ada yang menyentak, ketika kini kawasan
pertokoan elektronik dan komputer terbesar di Indonesia, yakni kawasan Mangga
Dua, Jakarta, banyak yang tutup alias gulung tikar. Hal ini tentu berbanding
terbalik dengan jumlah pembelian komputer baik berbentuk dekstop (PC), laptop,
tablet, maupun smartphone yang terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu.
Ternyata, penyebab utama menurunnya volume
penjualan di toko-toko besar adalah semakin menjamurnya toko online. Kini,
untuk membeli komputer tidak perlu repot-repot pergi ke Mangga Dua atau toko
elektronik ternama. Cukup memesan di situs toko online seperti Lazada,
Tokopedia, Elevenia dan lain sebagainya melalui layar komputer. Pembeli rela
menambah ongkos kirim lebih mahal daripada harus langsung datang ke toko
fisiknya.
Hal serupa juga berlaku untuk produk atau
barang-barang lain. Mulai dari aneka fashion, aksesories rumah tangga, ATK,
meubelair, hingga cemilan atau makanan ringan dapat dipesan secara online.
Bukan tidak mungkin, di kemudian waktu toko-toko fisik untuk komoditas
tententu, harus ikut menyalin rupa menjadi toko online agar tetap survive di
tengah persaingan yang semakin ketat.
E-commerce (istilah umum dari perdagangan
online/elektronik), adalah dunia baru kegiatan ekonomi yang masih menjanjikan
peluang. Bahkan, Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu mengumpulkan para
pakar IT untuk mendiskusikan peran IT dan e-commerce dalam pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
Pertanyan yang menggelitik kita, sudah siapkah
manusia Indonesia menghadapi persaingan e-commerce? Sudah siapkah
masyarakat kita untuk berubah atau bermigrasi ke kultur digital?
Bagaimana keadaan ekonomi Indonesia, jika kebanyakan produk e-commerce
adalah produk impor (bukan produk lokal?
Untuk masyarakat yang tinggal di perkotaan dan
juga anak-anak muda (baik di desa maupu kota), mungkin budaya online
sudah menjadi cara hidup keseharian. Meskipun kebanyakan baru digunakan untuk
sosial media. Lambat laun, masyarakat akan semakin mengerti tentang e-commerce
dan dua kemungkinan akan terjadi : tertarik atau tetap nyaman di kultur
tradisional.
Ingat, bahwa perdagangan online bukanlah tanpa
resiko dan kekurangan. Ada beberapa hal yang sering dikeluhkan seperti
integritas penjual, kasus penipuan online, judi online, penyelundupan narkoba,
pencurian kartu kredit, hingga ketidaksesuaian antara gambar dengan barang yang
dibeli.
Namun, melirik geliat pasar e-commerce yang
kian menjanjikan, ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha.
Mulai dari jasa pengiriman barang, distributor produk tertentu, atau ikut
berjualan di lapak yang sudah disediakan oleh situs pasar online.
Peluang mengembangkan produk lokal dan kuliner
tradisional juga terbuka lebar, meskipun harus berani bersaing dengan
kompetitor ternama atau bahkan dari luar negeri.
Simpulan akhir, kita telah memasuki era baru,
yakni e-commerce. Mungkin saja, tahun-tahun mendatang, kita akan memesan sate
dari kamar tidur lewat e-commerce. Gaya baru, cara baru, tradisi baru dengan
segenap kelebihan dan kekurangannya. Bersiap-siaplah. Kembangkan skill dan
kompetensimu!
Penulis : Adi Esmawan----
0 komentar:
Posting Komentar