Jurnal Wawasan dan Inspirasi Kehidupan

Waspada Juru Dakwah Instan!

Jumlah juru dakwah (baca: penceramah) terus menjamur bak cendawan di musim hujan. Kita lihat di layar kaca, da’i-da’i baru bermunculan dengan ciri khasnya masing-masing. Pengikutnya juga bukan main. Dari anak-anak muda sampai ibu-ibu rumah tangga. Ini mungkin bisa dianggap sebagai berita yang menggembirakan bagi perkembangan syi’ar Islam. Namun, bagaimana jika bukan dakwah yang menjadi tujuan mereka?

Kita tahu dan faham betul, bahwa banyak da’i yang muncul di layar kaca adalah hasil produksi media meskipun tidak semuanya. Karena produksi media, maka Ia dibesarkan oleh media. Dan bisa ditebak, bukan dakwah yang menjadi tujuan utama melainkan popularitas dan “penghasilan” atau bahkan menjadi corong propaganda golongan tertentu. 

Mereka kebanyakan digodog secara instan lewat ajang pencarian bakat. Modal utama adalah kemampuan menguasai panggung dan skill berpidato. Perkara ilmu, ah, hafal dua atau tiga hadist serta menekuni Al Qur’an terjemah sudah beres dan kelihatan mumpuni.

Akibatnya, kita terlalu banyak disuguhi para penceramah, bukan ulama yang menyampaikan ilmunya. Kita dijejali banyak “figur” tetapi miskin “teladan”. Padahal, metode dakwah yang terbaik adalah dengan teladan atau contoh perbuatan, sebagaimana kaidah terkenal : “Lisanul Hali Afshohu min lisanil maqoli” artinya : bahasa perbuatan itu lebih baik daripada bahasa lisan.

 Kita terlalu jemu dengan kata-kata, pidato-pidato meskipun menyitir ayat-ayat Al Qur’an dan hadits. Kalau hanya sekedar berbicara, banyak orang yang mampu dan mau. Mereka lupa, bahwa Alloh SWT mengingatkan dalam Q.S As Shoff ayat 2-3 yang artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan? Amat besar kebencian di sisi Alloh, pada orang yang mengatakan (mengajarkan) apa yang ia sendiri tidak melakukanya” (Q.S As Shoff ayat 2-3)

Dari firman Alloh di atas, kita akan tahu betapa besar tanggung jawab seorang ulama dan juru dakwah. Mereka  dituntut mengamalkan apa yang mereka katakan. Bukan hanya asbun alias asal bunyi. Dan di era sekarang ini, sangat sedikit da’i penceramah apalagi “ulama artis” yang juga berfungsi sebagai teladan.

Meskipun demikian, masih ada ulama-ulama yang menjadi teladan bagi masyarakatnya. Mereka yang mengajar ngaji di kampung-kampung, di sudut perkotaan, di dusun-dusun, di bilik-bilik pesantren, di mimbar-mimbar masjid kecil atau mushola, di majelis-majelis ilmu dan jauh dari ketenaran popularitas. Mereka yang terdidik  melalui sistem pendidikan Islam atau pesantren dengan waktu yang cukup lama. Mereka yang telah mengamalkan apa yang mereka dakwahkan. Itulah ulama yang benar-benar sebagai lentera umat.

Kita butuh figur teladan untuk menyelamatkan umat dan generasi, bukan omong kosong dari industri media.


Adi Esmawan, Pengasuh jurnalva.com
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support