Manusia memang hobi
obral janji. Entah pada kawan sejawat, keluarga, anak, istri, mitra bisnis atau
pada orang lain. Mulai dari hal kecil macam janji pertemuan, janji memberikan
ini dan itu, hingga mengiming-imingi untuk menarik minat konsumen dalam dunia
bisnis. Coba hitung saja dalam sehari, berapa janji yang tidak kita tepati?
“Nanti kalau adik
rangking satu, akan bapak belikan sepeda baru. Nanti kalau ibu dapat arisan,
akan sedekah pada si anu, nanti kalau saya jadi kepala desa, halaman rumahmu
akan saya aspal, minggu depan saya lunasi semua hutang-hutangnya”. Begitulah
janji meluncur dengan mudahnya. Ketika tiba hari saat janji harus ditunaikan,
malah zoonk. Itulah kita.
Apalagi dalam dunia
politik, janji seolah perkara mudah dan murah. Saat kampanye untuk menarik
masa, seorang calon pemimpin akan mengumbar janji ini dan janji itu. Ironisnya,
banyak yang masih percaya pada janji-janji palsu. Ini mengkhawatirkan.
Dalam Al Qur’an suroh
Al Maidah ayat satu ditekankan, bahwa sebagai orang beriman, kita wajib
menunaikan janji. Baik janji yang diucapkan melalui akad, ditulis melalui surat
bermaterai, maupun janji dengan sumpah atau nadzar. Menyalahi janji merupakan perbuatan
tercela, berdosa dan masuk kategori orang munafiq.
Dan sesungguhnya
Alloh Azza Wa Jalla tidak pernah menyalahi janji. Innalloha la tuhliful
mingad. Tapi anehnya, janji Alloh kepada manusia justru kadang tidak kita
percaya. Misalnya, Allah berjanji bahwa Ia akan mengangkat orang yang beriman
dan berilmu beberapa derajat. Atau janji bahwa Allah akan mengabulkan do’a
orang yang memohon kepada-Nya.
Janji Allah yang akan
melipatgandakan rezeki bagi orang yang akan berderma (bersedekah), atau melipatkan
pahala orang-orang yang shalat berjamaah juga kadang dianggap remeh. Sedangkan
janji calon kepala daerah yang muluk-muluk justru dipercaya.
Mungkin, karena kadar
keimanan kita masih abal-abal dan kemantapan hati masih dangkal. Jauh dari
predikat taqwa kepada Allah. Sehingga ibadah lebih kepada alasan tanggung jawab
sosial di mata manusia, bukan mengharap
ridho Alloh semata.
Maka mari, kita
kunjungi jiwa kita sendiri, tazkiyatun nafs. Sudah Imankah kita, sudah Islamkah
kita, sudah Ihsankah kita? Atau jangan-jangan, kita hanya Islam KTP? Naudzubillah
min dzalik.
Mari berusaha untuk
tidak mudah mengumbar janji. Katakan insya Allah (jika Allah
menghendaki) saat kita berjanji. Sebagai muslim yang berintegritas, maka jangan
pernah mengingkari janji.
Salam inspirasi.
Adi Esmawan, pengasuh
www.jurnalva.com
0 komentar:
Posting Komentar