Jurnal Wawasan dan Inspirasi Kehidupan

Kasus Hukum Anas : Keadilan Milik Siapa?

Sejak kapan, penegakkan hukum disetir oleh opini publik? Mungkin kita sulit menjawab. Namun, pasca lengsernya rezim orde baru, arah penegakkan hukum di negeri ini tampaknya semakin jauh dari cita-cita reformasi. Alih-alih memperjuangkan supermasi hukum dan keadilan untuk semua, nyatanya hukum justru tunduk pada bayang-bayang opini publik. Kasus-kasus yang dianggap “populis” dan sesuai keinginan publik, dikatrol dan didramatisir sedemikian rupa. Akhirnya, penegak hukum dan institusi hukum berlomba-lomba mendongkrak popularitas dengan membidik orang-orang ternama.

Maka jangan heran, jika target penetapan tersangka adalah mereka-mereka yang punya nama besar lagi duduk di jabatan-jabatan penting. Mereka yang punya daya tarik bombastis dalam dunia pemberitaan media. Menyiduk dengan mengorek kesalahan mereka serta menyeretnya ke meja hijau akan membuat lembaga hukum itu distempel “berprestasi” di mata publik. Citra “pemberani” dan “pahlawan” pemberantas koruptor akan melekat dan nama mereka akan melejit. Sementara skandal kasus akbar, seperti Century yang dulu menjadi target mantan ketua KPK Abaraham Samad, justru menguap entah kemana.

Mungkin jika pola penegakkan hukum seperti ini dilakukan dengan obyektif, tanpa ditunggangi kepentingan untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu dan tanpa unsur dendam politik, maka penegak hukum akan benar-benar gagah di mata publik. Namun sangat disayangkan, jika banyak kasus justru disinyalir hasil rekayasa. Dari penetapan tersangka hingga vonis hakim seolah bisa di­-engineering sedemikian rupa.

Kasus hukum yang menjerat mantan  Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum adalah contoh kasat mata betapa penegakkan hukum lebih berorientasi pada “cari muka” para institusi penegak hukum di mata publik.
Sejak awal, publik menilai banyak kejanggalan. Mulai dari penetapan tersangka yang berdasarkan keterangan Mohamad Nazarudin, heboh sprindik bocor, hingga berbagai pernyataan kontroversial ketua KPK kala itu, Abraham Samad yang kerap menyudutkan Anas sehingga terkesan tendensius. Belum lagi soal fakta persidangan yang saling bertentangan satu saksi dengan saksi lainya. Kesemuanya  jelaslah sebagai pemaksaan kehendak untuk membuktikan Anas bersalah.

Paling menarik adalah adanya bumbu politis, tentang tuduhan jaksa yang menyatakan Anas Urbaningrum ingin menjadi presiden. Ini adalah terang benderang, bahwa Anas adalah nama yang terpaksa diseret untuk menjadi tumbal berbagai kepentingan. Muaranya hanya Tuhan yang Maha Tahu. Wallohu ‘Alam saja.


Terakhir, soal putusan Hakim Artidjo yang sebenarnya sudah dapat ditebak sejak awal. Bukannya berangkat dari azas keadilan, putusan Artidjo justru penuh dengan semangat menghukum. Ah, tidak ada manusia yang berlaku adil dengan sempurna. Bukankah, hanya Alloh sebaik-baik hakim?

Author : Adi Esmawan
Sumber Gambar : Sharia.co.id
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support