Kehidupan ini
mengisahkan berbagai cerita. Karena setiap umat, punya batas waktu. Jika batas
waktu itu telah habis, tak ada power
apapun yang sanggup untuk menundanya barang sedetik. Apalagi mempercepat. Wa
likulli ummatin ajal.
Setiap manusia, boleh
dan sah-sah saja bercita-cita setinggi langit. Seorang direktur, silahkan saja
membuat perencanaan majanemen untuk jangka panjang, misalnya setengah abad ke
depan. Para pemangku kekuasaan silahkan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP). Tapi sekali lagi, jangan melupakan “batas waktu” sebagai pertimbangan
utama. Karena banyak sekali mega-proyek berjangka panjang akhirnya karut-marut
karena kehendak waktu berkata lain.
Ada baiknya, kita
merenung dari peristiwa gempa di Nepal beberapa waktu lalu. Nyaris, peradaban
dalam negeri itu terluka cukup dalam. Kondisi seperti itu tentu saja
mengaburkan apa yang normal : soal anak-anak yang bersekolah, himpunan
keluarga, laju sebuah perusahaan, hingga jenjang karir dan segala pencapaian. Semuanya
ludes tanpa ada power apapun yang
sanggup mencegah.
Dunia penuh dengan
sejuta kemungkinan. Ajaran-ajaran agama samawi
selalu menyebutkan “kuasa Tuhan” dan hukum-hukum Ketuhanan sebagai power
paling berkuasa atas kehidupan jagad raya ini. Ya, benar. Tuhan dengan segala
ke-Maha-anya adalah pemegang tunggal intervensi atas apa yang terjadi. Ini bagi
umat yang percaya.
Namun soal hukum “batas
waktu”, tak ada seorangpun yang sanggup mengingkari, baik yang percaya ataupun
tidak percaya Tuhan. Ibarat lomba lari, semua dihitung mundur dengan stop
wacth. Manusia punya tenggat waktu periodik yang akan habis masa.
Semuanya serba terbatas. Siapapun yang
memiliki, pasti punya batasan. Ada saatnya ia harus rela meninggalkan apa yang
dimiliki. Wajah tampan atau paras cantik
misalnya. Ia sangat terbatas. Bahkan umat beragama meyakini, bahwa segala sesuatu
yang ada akan rusak binasa, kecuali esensi Tuhan. Kullu syai’un halikun illa
wajhah.
Beruntunglah
pepohonan, yang akhir hidupnya kemudian menjadi lebih mulia. Pohoh-pohon yang
mati ditebang itu, dibuat kursi atau bahan bangunan. Hidupnya bermanfaat, dan
sudah matipun lebih bermanfaat.
Semua ada batas
waktunya. Termasuk wewenang dan
kekuasaan. Ini sangat terbatas. Bahkan secara periodik telah ditentukan oleh
manusia dan Undang-Undang. Presiden maksimal dua periode. Pegawai negeri
maksimal 60 tahun. Sebuah batas yang kasat mata.
Jadi, marilah berkaca
diri. Siapapun tidak berhak untuk merasa besar dan kemudian meremehkan orang lain
sesama manusia. Dengan apapun alasanya. Apalagi mereka yang sedang diberi
amanah untuk berkuasa. Sama sekali tidak ada hak untuk menggunakan kekuasaanya
sebagai jalan kesewenang-wenangan.
“Dan berlaku
adil-lah, karena adil lebih dekat kepada taqwa. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum menjadikanmu berlaku tidak adil”, begitu pesan kitab suci
Al Qur’an yang mulia.
Salam inspirasi.
Adi Esmawan, owner www.jurnalva.com
0 komentar:
Posting Komentar