Komisioner KPI yang terhormat, generasi negeri ini dalam
kondisi darurat moral. Jiwa dan national building-nya sedang di ambang
keruntuhan. Fakta dan data tentang ini sama-sama kita ketahui. Angka kenakalan
remaja, kekerasan fisik terhadap anak yang pelakunya juga masih anak-anak
hingga kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur yang berakhir kisah pilu, cukup
menjadi warning bagi kita semua,
betapa generasi penerus bangsa dalam kondisi darurat. Belum lagi soal lunturnya norma-norma adat, morals
law, dan nilai-nilai agama
Lalu apa peran tayangan televisi, khususnya sinetron yang
disajikan kepada anak-anak dan remaja di negeri ini? Tentu tuan-tuan dari
komisioner KPI telah faham betul, bagaimana pengaruhnya tontonan itu bagi
anak-anak kita, adik-adik kita. Jika ada yang belum paham, silahkan cari
artikel dari hasil penelitian yang begitu melimpah ruah, tentang bagaimana
berpengaruhnya tayangan televisi terhadap perkembangan mental, pola pikir dan
cara hidup anak-anak kita.
Tuan-tuan KPI yang saya muliakan. Jujur saya heran, ketika
bertamu di halaman situs resmi KPI saya
disambut dengan slogan indah “Mari Wujudkan Tayangan yang Sehat dan
Bermanfaat”. Tapi dalam
kenyataan, sinetron-sinetron dan tayangan-tayangan tidak sehat dan tidak
bermanfaat bergentayangan bagai hantu-hantu yang menghantui masa depan
anak-anak kita, adik-adik kita? Apakah itu hanya isapan jempol atau sekedar
tulisan untuk menghibur kami wahai tuan-tuan komisioner KPI? Atau, apakah KPI
sekarang hanya sebagai macan ompong yang tidak bernyali menghadapi
korporasi-korporasi industri film dan sinetron yang tega meraup untung dengan
menyajikan sinetron yang meruntuhkan pembangunan jiwa yang telah puluhan tahun
dibangun oleh pendiri bangsa ini? Apakah tuan-tuan gentar dan gemetar
berhadapan dengan jargon kebebasan berekspresi dan Hak Asasi Manusia yang menjadi
senjata untuk meruntuhkan karakter bangsa ini secara pelan?
Sebagai contoh, coba tuan-tuan tonton dengan seksama
sinetron anak jalanan di RCTI. Sinetron macam apa itu? Yang menyajikan drama
glamour tidak masuk akal, mengajarkan anak-anak kampung nun jauh di pelosok
desa untuk bergaya dengan motor sporty, membentuk geng, berseteru antar geng, bergaya
hidup mewah dan hedonis materialistik, hinga adegan-adegan yang meruntuhkan
norma-norma adat ketimuran yang berlaku di masyarakat Indonesia.
Bukankah, kita sudah jengah dengan tawuran antar pelajar.
Kekerasan dan tindak kriminal diantara para remaja?
Adalagi sinetron SUPER PUBER SCTV. Lihat sinetron yg peran
dan objeknya anak-anak ABG itu? Menyajikan drama anak-anak SMP sudah bermain
cinta-cinta-an layaknya anak dewasa, malam-malam kencan masih berseragam
sekolah, bergandengan tangan, berdua-an di tempat sepi dan aspek negatif
lainya. Dimana edukasinya? Dimana manfaatnya? Silahkan evaluasi sendiri
tuan-tuan komisioner KPI yang terhormat.
Bukankah kita juga sudah muak dengan tindak asusila yang
pelaku dan korbanya masih anak-anak? Sudah terlalu getir menyaksikan fenomena
aborsi, bunuh diri dan hancurnya masa depan ribuan anak bangsa gara-gara menjadi
pelaku dan korban asusila?
Atau jangan-jangan, kita masih saja takut dengan pendapat
bahwa tontonan hanya sebatas hiburan? Kalau mau edukasi ya di sekolah
saja? Kalau mau cari ilmu agama ya di masjid saja? Kalau mau inspirasi ya baca
buku saja? Itu semua pendapat picik. Bukankah, dengan film kita bisa mendidik
anak-anak kita dengan lebih efektif dan menarik? Bukankah dengan film atau
sinetron kita mampu menyampaikan pesan-pesan kebaikan dengan kemasan yang mudah
dicerna anak-anak dan adik-adik kita?
Terakhir, apakah tuan-tuan komisioner KPI dan para pelaku
industri film /sinetron di tanah air tidak pernah membaca sindiran “Guru
dibayar murah untuk mendidik anak bangsa, sedang artis dibayar mahal untuk
merusaknya?”
Semoga saja, di atas segalanya, bukan uang yan berkuasa. Saya
yakin tuan-tuan di KPI masih memiliki
keluhuran niat untuk menyelamatkan kembali pembangunan karakter bangsa
yang digagas oleh pendiri bangsa, Bung Karno. KPI melalui kewenangannya yang diatur oleh
undang-undang, harus segera menjawab keresahan masyarakat khususnya orang tua
terhadap tayangan sinetron buruk dan tidak mendidik!
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia
Raya!
Adi Esmawan, Pengamat Media. Owner blog jurnalva.com
0 komentar:
Posting Komentar