Pasti sudah kelewat sering
kita menemukan berbagai informasi palsu, hoak, hingga bernada fitnah dan
propaganda. Media sosial dan ruang mayantara, selain menjadi pasar informasi
yang murah meriah dan ladang berekspresi, juga seolah menjadi medan pertempuran
aneka kepentingan. Akhirnya, kita temukan untaian caci maki dan lempar
kebencian di status-status media sosial, di meme-meme instagram, bahkan lintas
media.
Mungkin pembaca merasakan
apa yang saya rasakan : kekhawatiran, keresahan dan keprihatinan yang mendalam.
Atau mungkin rasa jenuh, bosan, dan antipati terhadap aneka kebohongan,
kepalsuan, kedengkian, umpat-caci maki dan merasa benar sendiri. Atau
jangan-jangan, secara sadar ataupun tidak, kita adalah bagian dari semua itu?
Tak jarang, kita ikut
terseret dalam pusaran saling serang kata-kata (yang sebenaranya tidak perlu)
hanya untuk membenarkan pendapat kita, golongan kita, atau yang sefaham dengan
kita. Juga soal lempar caci maki terhadap pihak yang tidak kita sukai, debat
kusir, merendahkan ahli ilmu, hingga meremehkan nash-nash agama. Sekali lagi
hanya di ruang perdebatan sosial media. Karena praktiknya (saya sendiri) nol
besar.
Beberapa waktu lalu, saya
sempat merasa kasihan dengan korban salah bully yang bernama Muhammad Alif
Syahdan. Hanya gara-gara nama belakangnya sama dengan pelaku pengaduan dan
pemukulan guru di Makasar. Ia dibuli oleh orang se-Indonesia lewat akun
instagramnya. Foto-fotonya dicaci maki ratusan ribu orang. Bahkan tercantum di media
online berkelas tanah air. Ini contoh kecil.
Apakah itu semua adalah
kecerobohan kita? Ego kita? Kepongahan kita? Yang mau menerima dan melahab saja
segala berita yang bersliweran di jagad mayantara?
Atau jangan-jangan kita
kurang cerdas dan bijaksana mengolah informasi. Karena pada tahap gawat, kita
akan mudah sekali diadu domba, diobok-obok, saling membenci, saling serang hingga saling bermusuhan sesama saudara.
Mari kita merenung
dan mencari petunjuk Ilahi dari mushaf Al Qur’an, kita sebagai umat muslim
disindir dengan keras oleh Allah dalam Al Quran
Surat Al Hujurat ayat 6 :
يَأُيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ
فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيْبُوا قَومًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا
فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Wahai
orang-orang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik yang membawa sesuatu
berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum
karena kebodohan(kejahilan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Ayat ini jelas-jelas dan sangat tegas meminta kita untuk meneliti
kebenaran suatu berita. Berita dari siapa? Dari orang fasik. Siapakan orang
fasik?
Ada beberapa pendapat mengenai
definisi orang fasik :
Orang fasik adalah orang mukmin atau orang muslim yang secara sadar melanggar ajaran Allah (Islam) atau dengan kata lain org tersebut percaya akan adanya Allah, percaya akan kebenaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW tetapi dalam tindak perbuatannya mereka mengingkari terhadap Allah dan hukumNya, selalu berbuat kerusakan dan kemaksiatan.
Firman Allah:
“Orang Fasik adalah orang yang melanggar perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerosakan dimuka bumi. Mereka itulah orang yang rugi” [QS Al Baqarah:27]
Nah dari
definisi dan ciri-ciri orang fasik di atas, saya sendiri merasa tersindir,
jangan-jangan saya masuk kategori orang-orang yang fasik? Mudah-mudahan Alloh
menunjukan kita jalan yang lurus.
Kembali ke
topik. Bahwa menyeleksi suatu berita, memastikan kebenaran dan menelaah secara
cerdas dan bijak suatu informasi, adalah suatu keharusan bagi orang-orang
mukmin. Ini perintah Al Qur’an.
Apalagi, berita
yang bersumber dari media-media yang memang provokatif dari golongan tertentu.
Kita harus selektif dan jangan mudah terprovokasi.
Begitupun saat
kita menyebarkan berita. Jangan sampai, kita sebagai orang mukmin justru menyebarkan berita palsu, hoak,
dan menipu. Atau informasi yang mengandung unsur kebencian, fitnah, propaganda
dan memecah belah umat. Jangan sampai kita yang bukan orang fasik, justru
menyebarluaskan berita yang kotor dan hina.
Mudah-mudahan
bermanfaat. Kita sambung lain waktu.
Author : Adi
Esmawan, Pengasuh Muhibul Qur’an Study Club
0 komentar:
Posting Komentar