Jurnal Wawasan dan Inspirasi Kehidupan

Perintah Al Qur’an dalam Transaksi Keuangan

Pernahkah anda berhutang atau memberikan pinjaman? Pasti sering. Apalagi kalau punya teman, saudara, atau keluarga yang rajin berhutang. Yang sabar ya.

Dan kadang kegetiran itu terjadi. Saat anda dengan enteng memberikan pinjaman uang kepada sahabat dekat atau teman sejawat bahkan saudara. Dengan alasan kedekatan hubungan atau mungkin karena jumlah-nya yang tidak seberapa, anda ogah mencatatnya walau hanya sekedar hari tanggal, jam dan jumlah transaksi hutang untuk diketahui bersama. Nah, pas giliran anda sendiri butuh uang itu dan menagih, eh, dia-nya pura-pura lupa. Apa yang anda rasakan? Nyesek pastinya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, tentu hutang-piutang adalah bagian dari kegiatan perekonomian (muamalah) yang wajar dan lumrah. Jangankan setingkat individu dan keluarga, antar negara-pun pasti punya kegiatan hutang-piutang. Jadi bagi anda yang punya banyak hutang, jangan malu karena banyak teman. Cukup ya bercandannya.
Nah, Allah SWT ternyata memberikan garis haluan yang tegas terhadap masalah hutang-piutang atau transaksi keuangan tidak tunai dalam waktu yang lama. Misalnya perjanjian sewa-menyewa atau kontrak barang dan jasa. Hal ini ditegaskan dalam Al Qur’an Suroh Al Baqarah ayat 282 :

Ya ayyuhalladzina amanu idza tadayantumim bidainin ilaa ajalim mutsamma faktubu, wakyaktubu bainakum katibum bil ngadli wa la ya’ba kaatibun ayyaktubu kama ngallamahulloh...

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya.....

Jadi, menulis transaksi itu hukumnya wajib atau fardhu. Entah itu transaksi kas keluar masuk, perjajian sewa-menyewa, hutang piutang, perjanjian investasi dan kegiatan muamalah lainnya. Kalau anda (dan saya) masih mbalelo tidak mau mencatat, itu artinya kita mengingkari perintah Allah SWT (na’udzubillah).

Dan jelas, perintah Allah SWT di atas itu untuk kebaikkan dan kemaslahatan kita. Sebelum para pakar akuntansi meyakinkan kita untuk mencatat segenap transaksi, ternyata Al Qur’an sudah duluan memerintahkannya. Luar biasa!

Tapi terkadang, yah kita umat Islam yang sering baca Qur’an, punya Al Qur’an, tapi malah tidak tau dan tidak mau tau tentang pedoman muamalah dalam Al Qur’an. Maka akhirnya, kita jumpai perilaku (kita) umat Islam jauh dari standar etik (nilai) yang telah digariskan Al Qur’an.


Satu lagi, di permulaan ayat Suroh Al Maidah, jelas sekali orang-orang beriman diperintahkan untuk menepati janji. Artinya, menepati janji itu hukumnya juga wajib, sama seperti sholat wajib dan puasa ramadhan. Tapi kok, hampir saban hari kita mengingkari janji? Memberikan harapan palsu? Obral janji kosong? Nah kan, jauh lagi dari standar nilai al-Qur’an?

Kesimpulan dan penutup, ayo kita back to Al Qur’an. Bukan hanya pada urusan ibadah secara vertikal kepada Tuhan, tapi juga bagaimana Al Qur’an mengatur hubungan kita secara horisontal terhadap sesama manusia (habluminannas) dan terhadap alam semesta (hablu minal ‘alamin). Jangan bola-bali kalau bukak Al Qur’an yang dibuka hanya Yaasin. Atau lebih parah, yang dicari hanya ayat pembenaran untuk menuduh thaghut, melakukan perang dan menyalahkan orang lain.

 Jangan lupa, siapkan kwitansi kalau mau transaksi ya..

Wallohu’alam bis showab.

Adi Esmawan, 12 Juli 2016
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support