Jurnal Wawasan dan Inspirasi Kehidupan

Titip Salam buat Jenderal

Jiwaku turut berbangga, saat layar kaca menayangkan secara live acara pelantikanmu yang sangat sakral dan khidmat itu. Detik-detik penyematan tanda pangkat oleh orang nomor satu di negeri ini membuatku berdecak kagum dan haru.
“Beruntung benar kau Dito. Tak sia-sia belajarmu yang susah payah itu”, batinku sambil menahan gembira.
“Itu Mas Dito yang sedang dilantik oleh Presiden to pak?” Istriku bertanya sambil menyuguhkan kopi di depanku.
“Iya bu. Itu Dito, teman bapak sejak SD. Tak kusangka, dia kini sebagai orang besar dan begitu penting di negeri ini. Bapak bangga sekali punya teman seperti dia”.
“Hmm, bapak boleh berbangga punya teman seperti Pak Dito. Tapi beliau kayaknya sudah lupa deh sama bapak”, seloroh istriku sambil masuk kamar tidur.
Aku tak menjawab. Ku ambil remote TV dan kutekan tombol off. Maklum, acara pelantikan live telah usai. Bayangan masa kecil kembali hinggap di kepalaku.
Namanya Dito. Wajahnya putih bersih, berperawakan tegap. Gagah. Sorot matanya tajam seperti elang. Pendiam  namun murah senyum. Tapi, dia bukan tipe anak yang suka bercanda. Gurat wajahnya serius.
Dia dari kalangan biasa saja. Bapaknya pegawai negeri di lingkungan Pemkab, sementara sang ibu adalah pengurus rumah tangga. Rumahnya biasa saja. Apalagi gaya hidupnya. Meskipun anak seorang PNS, dia tidak mau pakai sepeda onthel apalagi motor. Dia pilih jalan kaki atau naik angkutan umum kalau berangkat ke sekolah. Tidak neko-neko.
Dan yang lebih menganggumkan, Dito adalah anak yang sangat keras dalam belajar. Bayangkan, sebelum berangkat sekolah, ia sempatkan belajar. Pulang dari sekolah belajar. Sore belajar. Sebelum tidur belajar. Coba kalau saya, ah, belajarnya hanya menjelang ujian catur wulan dengan sistim kebut semalam.
“Pak..pak.., itu hp-mu bunyi”, teriak istriku dari dalam kamar. Spontan aku masuk kamar dan meraih ponsel mungilku yang sedang dicas.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumus salam. Ini benar nomornya Pak Taufik?”
“Ya benar, ini siapa?”
“Alhamdullilah, ini sahabatmu, Dito”
“Dito yang Jenderal itu??”
“Ah, bukan, Dito sahabatmu dari SD. Kamu datang ya di acara syukuranku. Nanti  hari H dan jam D nya saya SMS. Sudah dulu ya, saya tunggu di Jakarta. Assalamu’alaikum”.
“Halo... halo.., mas Dittto...”, suara telephon terputus. Sudah ditutup ternyata.
“Bu, apakah saya mimpi?? Ini barusan yang telpon Jenderal Dito dari Jakarta? Sahabat sejak kecilku itu? Bu..., ibu...???
Terasa ada yang menggoyang-goyang tubuhku.
“Pak, bangun pak. Bapak mimpi apa to pak?? Pak...”
Aduh. Ternayata aku hanya mimpi, ketiduran setelah menonton acara pelantikan. Mungkin orang Jawa menyebutnya “dakelu”, harapan yang terbawa mimpi. Ya, mimpi bertemu sang Jenderal dan mengucapkan selamat bertugas kepadanya.

Titip salam saja  buat Jenderal. Semoga tetap amanah dan semakin setia pada bangsa.

Cerita ini hanya FIKTIF belaka :D 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support