Jurnal Wawasan dan Inspirasi Kehidupan

Saudi dan Iran selalu Berseteru, Ada Apa?



Sebagai sesama muslim, tentu kita prihatin melihat hubungan geopolitik dua negara Islam, Kerajaan Saudi Arabia dan Republik Islam Iran yang semakin memanas. Pasca Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah Syekh An Nimr beberapa hari lalu, disambut dengan pengrusakan kantor kedutaan besar Saudi di Teheran, Iran.  (Kompas Cetak, 5/1)

Dan, keputusan Saudi Arabia untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran diikuti beberapa negara sekutu Saudi, yakni Sudan dan Bahrain, makin menambah suhu politik kedua negara kian memanas.  Apalagi jika mereka mengundang sekutu masing-masing, Saudi menggandeng Amerika dan Iran menggandeng Rusia. Bakal terjadi perang dunia ketiga jika tidak ada kesepakatan damai.

Sejak dulu, hubungan kedua negara ini memang tidak pernah akur. Saudi dan Iran bagai rival abadi yang terus saling curiga, menggalang sekutu, dan berebut pengaruh di kawasan teluk. Hal ini tidak lain karena aliran atau ideologi yang dianut kedua negara berbeda meski dalam satu agama, yakni Saudi Arabia yang mengklaim beraliran sunni dan Iran yang beraliran Syiah.

 Sebenarnya, saya sebagai pribadi merasa jengah dan sungkan membahas isu Sunni-Syiah apalagi Saudi dan Iran. Saya heran, mengapa konflik kedua aliran ini tidak pernah berujung. Boro-boro mengimplementasikan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Sementara bagi penganutnya sendiri justru mengajarkan saling seteru?  

Ya, Sunni dan Syiah memang berbeda. Bahkan ada yang mengklaim Syiah bukan bagian dari Islam. Perbedaan yang paling mencolok adalah perihal tuduhan “penghinaan terhadap sahabat Nabi” yang dituduhkan kepada ajaran Syiah, nikah Mut’ah, taqiyah, pendiri Syiah adalah agen Yahudi, hingga tuduhan bahwa Syiah berambisi menguasai dunia.
Kecurigaan dan prasangka serta permusuhan Sunni-Syiah terus berlangsung turun temurun, lintas waktu, lintas generasi hingga dibelahan penjuru dunia. Kesadaran bahwa selain sebagai pemeluk aliran, mereka juga sebagai manusia yang harus saling menghormati, mengasihi, menghargai dan tidak boleh menumpahkan darah. Di Indonesia sendiri, para penganut Syiah masih was-was dan tidak dapat tidur dengan nyenyak seperti terjadi di Madura dan beberapa daerah di Jawa Timur.

Padahal kalau dicari persamaan, antara Sunni dan Syiah sebenarnyan bisa bersatu dan bergandengan tangan, saling menghormati. Jika buniyyal Islamu ngala khomsin, Islam dibangun atas lima perkara, yakni menyaksikan tiada Tuhan selain Alloh dan Muhammad adalah utusan Alloh, sama-sama mendirikan Shalat, menunaikan zakat, mengerjakan puasa, dan berhaji ke Baitulloh, maka Sunni dan Syiah adalah sama. Perkara teknisnya beda, serahkan kepada Alloh sebagai sebaik-baik hakim.

Jangan sampai gara-gara kecurigaan yang berlebihan, Sunni dan Syiah saling bermusuhan, berebut pengaruh dan saling serang hingga mengorbankan manusia dan kemanusiaan sebagai tumbalnya. Tengoklah, berapa jiwa yang hidup dalam ketidaknyamanan, beribadah dengan tidak tenang, terganggu saat beramal shalih, tidak bisa berbakti kepada orang tua, tetangga, tamu dan sesama alam gara-gara perselisihan berkepanjangan dua aliran ini.

Sebaiknya hapus saja prasangka bahwa Syiah berambisi menguasai dunia, menebar teror dan kebencian. Masak ada sih manusia dan organisasi yang setega itu? Kita berbaik sangka sajalah. Kalaupun memang benar Syiah berambisi menguasai dunia dengan cara yang tidak benar? Mana Bisa? Akan sangat sulit. Kalaupun benar Syiah pada akhirnya mendzalimi kaum muslimin pada umumnya, ya baru dilawan. Selebihnya biasa saja. Wong siapapun itu, baik Suni maupun Syiah, akan di balas perbuatanya walau sebesar biji sawi. Itu kalau kita baca Al Qur’an.

Soal penghinaan pada para sahabat, khususnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman (rodhiyallohu’anhum), Syiah sendiri tidak mengakui itu. Kalau pada kenyataannya demikian. Ya, biarkan mereka yang menanggung dosanya. Soal Syiah yang berlebih-lebihan dalam memperlakukan ahlul bait, khusunya Imam Ali bin Abi Thalib dan dinasti Fathimiyah, ya biarkan saja. Wa lana a’maluna, walakum a’malukum. Kalau kita tau ada yang salah dari mereka, yang usahakan kita jangan ikuti kesalahan mereka.

Jangan pernah menjadikan keyakinan kita untuk memusuhi keyakinan golongan yang lain. Karena di dunia ini, keyakinan itu banyak sekali. Jika semua saling bermusuhan dan berebut pengaruh serta meminta orang lain untuk masuk golongannya, bisa hancur dunia ini. Ambil contoh di Indonesia saja, ada beberapa suku di pedalaman yang belum tersentuh dakwah sejak dulu. Agama manapun belum masuk. Apakah mereka itu pasti masuk Neraka karena Inna dinna ngindallohih Islam? Lhah mereka kenal Al Qur’an dan Sunnah saja belum, bahasanya saja kita tidak tahu.


Juga mereka yang mengisolasi diri dari kemelut duniawi, macam ajaran Pelaku Tapa Brata atau ajaran  Syiwa di agama Hindu, Biksu atau Budhisme di ajaran agama Budha dan lain sebagainya, mereka meyakini ajaran mereka benar sebagaimana kita meyakini ajaran kita benar. Lalu apakah kita harus saling bertempur demi kebenaran kita masing-masing?
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support