Jurnal Wawasan dan Inspirasi Kehidupan

Ironi Hakim Parlan Nababan "Membakar Hutan Tidak Merusak Lingkungan"


Jagad hukum tanah air kembali dibuat heboh. Setelah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dibully habis-habisan karena kisruh kasus Setya Novanto, kini Hakim Pengadilan Negeri Sumatera Selatan, Parlan Nababan, menjadi sasaran kritik dan ejekan nitizen terkait pernyataannya yang kontroversial, “membakar hutan tidak merusak lingkungan karena bisa ditanami lagi”.

Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Sumatera Selatan yang diketuai oleh Parlan Nababan, menolak gugatan perdata senilai Rp 7,9 triliun atas kasus kebakaran hutan dan lahan di konsesi PT Bumi Mekar Hijau (BMK) pada tahun 2014. (Kompas Cetak, 3/12/2015)

 Putusan langsung ditanggapi banding oleh penggugat, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang diwakili kuasa hukumnya, Nasrullah.

Kontan saja, putusan hakim yang membebaskan PT BMK dari segala gugatan pemerintan dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup, ditanggapi dengan rasa kecewa, utamanya oleh aktifis lingkungan seperti Walhi dan masyarakat pada umumnya. Kritik pedas hingga meme bernada satire dan sindiran bertebar di berbagai akun jaringan sosial media.
 
Sumber : Twitter
Memang, keputusan hakim wajib dihormati. Namun jika hakim membuat keputusan diluar nalar keadilan, untuk apa diadakan persidangan dengan serangkaian argumentasi dan pembelaan?

Ya, benar. Jika ada yang mengatakan bahwa pengadilan itu bukan masalah benar atau salah, adil atau tak adil melainkan “terbukti” atau “tidak terbukti”, lalu bukti apalagi yang diperlukan oleh majelis hakim saat bencana asap melanda negeri ini selama dua  tahun terakhir? Tidak cukupkah rasa sesak nafas putra-putri bangsa di beberapa titik bencana asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan?

Hakim memang berwenang memutus perkara, yang tentu berdasarkan bukti formil persidangan dan dasar undang-undang. Sah-sah saja, ketika bukti ini dan bukti anu dirasa tidak memenuhi syarat formil untuk memutus suatu perkara kemudian hakim memutuskan berdasarkan hal ini. Namun yang terpenting dan wajib menjadi prinsip utama, hakim harus mempertimbangkan aspek kemaslahatan dan keadilan publik di atas segala-galanya.

 Ingatlah bahwa di negara manapun, teks hukum bisa diutak-atik sedemikian rupa, bukti bisa direkayasa, tapi wajah kebenaran tetap jelas tegas di depan mata. Dan yang perlu para hakim nan mulia harus tahu, sekarang, pengadilan publik di media sosial dan ruang mayantara, lebih mujarab daripada putusan pengadilan manapun. Jangan sampai rakyat marah. Meskipun, di atas segalanya, kita tetap memposisikan hakim sebagai penegak keadilan walau harus setengah percaya.

Author : Adi Esmawan

Sumber Foto : twitter.com
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support