Jurnal Wawasan dan Inspirasi Kehidupan

Bank Sampah, Manajemen Efektif Pengelolaan Sampah

Jangan pernah menganggap enteng masalah sampah. Ya, sampah kadang menjadi musuh paling serius dalam...

Budaya Sambat, Gotong Royong yang Mulai Luntur

Tanpa kita sadari namun sangat kita rasakan, banyak kebaikan dan kearifan yang hilang seiring berjalannya zaman. Dulu, jika..

Programer : Seniman Tingkat Tinggi?

Judul di atas mungkin terlalu “narsis” atau terkesan menempatkan programer pada derajat yang amat terpuji. Tapi agaknya itu yang

Membaca Soekarno, Soeharto dan Indonesia Kita

Kalau hanya untuk menghafalkan materi, tebak-tebakan soal, dan mempelajari keahlian tertentu, tidak usah pakai guru. Pakai komputer saja lebih hebat. Kalau sekolah hanya

Sebentar Lagi, Guru Akan Tersingkir?

Kalau hanya untuk menghafalkan materi, tebak-tebakan soal, dan mempelajari keahlian tertentu, tidak usah pakai guru. Pakai komputer saja lebih hebat. Kalau sekolah hanya menjalankan fungsi “pengajaran”, pakai komputer saja. Tidak usah dan tidak perlu bimbingan guru.

Surat Terbuka untuk KPI : Selamatkan Anak-Anak Kita dari Sinetron Buruk!

Komisioner KPI yang terhormat, generasi negeri ini dalam kondisi darurat moral. Jiwa dan national building-nya sedang di ambang keruntuhan. Fakta dan data tentang ini sama-sama kita ketahui. Angka kenakalan remaja, kekerasan fisik terhadap anak yang pelakunya juga masih anak-anak hingga kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur yang berakhir kisah pilu, cukup menjadi  warning bagi kita semua, betapa generasi penerus bangsa dalam kondisi darurat.  Belum lagi soal lunturnya norma-norma adat, morals law, dan nilai-nilai agama
Lalu apa peran tayangan televisi, khususnya sinetron yang disajikan kepada anak-anak dan remaja di negeri ini? Tentu tuan-tuan dari komisioner KPI telah faham betul, bagaimana pengaruhnya tontonan itu bagi anak-anak kita, adik-adik kita. Jika ada yang belum paham, silahkan cari artikel dari hasil penelitian yang begitu melimpah ruah, tentang bagaimana berpengaruhnya tayangan televisi terhadap perkembangan mental, pola pikir dan cara hidup anak-anak kita.

Tuan-tuan KPI yang saya muliakan. Jujur saya heran, ketika bertamu di halaman situs resmi  KPI saya disambut dengan slogan indah “Mari Wujudkan Tayangan yang Sehat dan Bermanfaat”.  Tapi dalam kenyataan, sinetron-sinetron dan tayangan-tayangan tidak sehat dan tidak bermanfaat bergentayangan bagai hantu-hantu yang menghantui masa depan anak-anak kita, adik-adik kita? Apakah itu hanya isapan jempol atau sekedar tulisan untuk menghibur kami wahai tuan-tuan komisioner KPI? Atau, apakah KPI sekarang hanya sebagai macan ompong yang tidak bernyali menghadapi korporasi-korporasi industri film dan sinetron yang tega meraup untung dengan menyajikan sinetron yang meruntuhkan pembangunan jiwa yang telah puluhan tahun dibangun oleh pendiri bangsa ini? Apakah tuan-tuan gentar dan gemetar berhadapan dengan jargon kebebasan berekspresi dan Hak Asasi Manusia yang menjadi senjata untuk meruntuhkan karakter bangsa ini secara pelan?

Sebagai contoh, coba tuan-tuan tonton dengan seksama sinetron anak jalanan di RCTI. Sinetron macam apa itu? Yang menyajikan drama glamour tidak masuk akal, mengajarkan anak-anak kampung nun jauh di pelosok desa untuk bergaya dengan motor sporty, membentuk geng, berseteru antar geng, bergaya hidup mewah dan hedonis materialistik, hinga adegan-adegan yang meruntuhkan norma-norma adat ketimuran yang berlaku di masyarakat Indonesia.

Bukankah, kita sudah jengah dengan tawuran antar pelajar. Kekerasan dan tindak kriminal diantara para remaja?

Adalagi sinetron SUPER PUBER SCTV. Lihat sinetron yg peran dan objeknya anak-anak ABG itu? Menyajikan drama anak-anak SMP sudah bermain cinta-cinta-an layaknya anak dewasa, malam-malam kencan masih berseragam sekolah, bergandengan tangan, berdua-an di tempat sepi dan aspek negatif lainya. Dimana edukasinya? Dimana manfaatnya? Silahkan evaluasi sendiri tuan-tuan komisioner KPI yang terhormat.

Bukankah kita juga sudah muak dengan tindak asusila yang pelaku dan korbanya masih anak-anak? Sudah terlalu getir menyaksikan fenomena aborsi, bunuh diri dan hancurnya masa depan ribuan anak bangsa gara-gara menjadi pelaku dan korban asusila?

Atau jangan-jangan, kita masih saja takut dengan pendapat bahwa tontonan hanya sebatas hiburan? Kalau mau edukasi ya di sekolah saja? Kalau mau cari ilmu agama ya di masjid saja? Kalau mau inspirasi ya baca buku saja? Itu semua pendapat picik. Bukankah, dengan film kita bisa mendidik anak-anak kita dengan lebih efektif dan menarik? Bukankah dengan film atau sinetron kita mampu menyampaikan pesan-pesan kebaikan dengan kemasan yang mudah dicerna anak-anak dan adik-adik kita?

Terakhir, apakah tuan-tuan komisioner KPI dan para pelaku industri film /sinetron di tanah air tidak pernah membaca sindiran “Guru dibayar murah untuk mendidik anak bangsa, sedang artis dibayar mahal untuk merusaknya?”

Semoga saja, di atas segalanya, bukan uang yan berkuasa. Saya yakin tuan-tuan di KPI masih memiliki  keluhuran niat untuk menyelamatkan kembali pembangunan karakter bangsa yang digagas oleh pendiri bangsa, Bung Karno.  KPI melalui kewenangannya yang diatur oleh undang-undang, harus segera menjawab keresahan masyarakat khususnya orang tua terhadap tayangan sinetron buruk dan tidak mendidik!


Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya!

Adi Esmawan, Pengamat Media. Owner blog jurnalva.com
Share:

Titip Salam buat Jenderal

Jiwaku turut berbangga, saat layar kaca menayangkan secara live acara pelantikanmu yang sangat sakral dan khidmat itu. Detik-detik penyematan tanda pangkat oleh orang nomor satu di negeri ini membuatku berdecak kagum dan haru.
“Beruntung benar kau Dito. Tak sia-sia belajarmu yang susah payah itu”, batinku sambil menahan gembira.
“Itu Mas Dito yang sedang dilantik oleh Presiden to pak?” Istriku bertanya sambil menyuguhkan kopi di depanku.
“Iya bu. Itu Dito, teman bapak sejak SD. Tak kusangka, dia kini sebagai orang besar dan begitu penting di negeri ini. Bapak bangga sekali punya teman seperti dia”.
“Hmm, bapak boleh berbangga punya teman seperti Pak Dito. Tapi beliau kayaknya sudah lupa deh sama bapak”, seloroh istriku sambil masuk kamar tidur.
Aku tak menjawab. Ku ambil remote TV dan kutekan tombol off. Maklum, acara pelantikan live telah usai. Bayangan masa kecil kembali hinggap di kepalaku.
Namanya Dito. Wajahnya putih bersih, berperawakan tegap. Gagah. Sorot matanya tajam seperti elang. Pendiam  namun murah senyum. Tapi, dia bukan tipe anak yang suka bercanda. Gurat wajahnya serius.
Dia dari kalangan biasa saja. Bapaknya pegawai negeri di lingkungan Pemkab, sementara sang ibu adalah pengurus rumah tangga. Rumahnya biasa saja. Apalagi gaya hidupnya. Meskipun anak seorang PNS, dia tidak mau pakai sepeda onthel apalagi motor. Dia pilih jalan kaki atau naik angkutan umum kalau berangkat ke sekolah. Tidak neko-neko.
Dan yang lebih menganggumkan, Dito adalah anak yang sangat keras dalam belajar. Bayangkan, sebelum berangkat sekolah, ia sempatkan belajar. Pulang dari sekolah belajar. Sore belajar. Sebelum tidur belajar. Coba kalau saya, ah, belajarnya hanya menjelang ujian catur wulan dengan sistim kebut semalam.
“Pak..pak.., itu hp-mu bunyi”, teriak istriku dari dalam kamar. Spontan aku masuk kamar dan meraih ponsel mungilku yang sedang dicas.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumus salam. Ini benar nomornya Pak Taufik?”
“Ya benar, ini siapa?”
“Alhamdullilah, ini sahabatmu, Dito”
“Dito yang Jenderal itu??”
“Ah, bukan, Dito sahabatmu dari SD. Kamu datang ya di acara syukuranku. Nanti  hari H dan jam D nya saya SMS. Sudah dulu ya, saya tunggu di Jakarta. Assalamu’alaikum”.
“Halo... halo.., mas Dittto...”, suara telephon terputus. Sudah ditutup ternyata.
“Bu, apakah saya mimpi?? Ini barusan yang telpon Jenderal Dito dari Jakarta? Sahabat sejak kecilku itu? Bu..., ibu...???
Terasa ada yang menggoyang-goyang tubuhku.
“Pak, bangun pak. Bapak mimpi apa to pak?? Pak...”
Aduh. Ternayata aku hanya mimpi, ketiduran setelah menonton acara pelantikan. Mungkin orang Jawa menyebutnya “dakelu”, harapan yang terbawa mimpi. Ya, mimpi bertemu sang Jenderal dan mengucapkan selamat bertugas kepadanya.

Titip salam saja  buat Jenderal. Semoga tetap amanah dan semakin setia pada bangsa.

Cerita ini hanya FIKTIF belaka :D 
Share:

Perintah Al Qur’an dalam Transaksi Keuangan

Pernahkah anda berhutang atau memberikan pinjaman? Pasti sering. Apalagi kalau punya teman, saudara, atau keluarga yang rajin berhutang. Yang sabar ya.

Dan kadang kegetiran itu terjadi. Saat anda dengan enteng memberikan pinjaman uang kepada sahabat dekat atau teman sejawat bahkan saudara. Dengan alasan kedekatan hubungan atau mungkin karena jumlah-nya yang tidak seberapa, anda ogah mencatatnya walau hanya sekedar hari tanggal, jam dan jumlah transaksi hutang untuk diketahui bersama. Nah, pas giliran anda sendiri butuh uang itu dan menagih, eh, dia-nya pura-pura lupa. Apa yang anda rasakan? Nyesek pastinya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, tentu hutang-piutang adalah bagian dari kegiatan perekonomian (muamalah) yang wajar dan lumrah. Jangankan setingkat individu dan keluarga, antar negara-pun pasti punya kegiatan hutang-piutang. Jadi bagi anda yang punya banyak hutang, jangan malu karena banyak teman. Cukup ya bercandannya.
Nah, Allah SWT ternyata memberikan garis haluan yang tegas terhadap masalah hutang-piutang atau transaksi keuangan tidak tunai dalam waktu yang lama. Misalnya perjanjian sewa-menyewa atau kontrak barang dan jasa. Hal ini ditegaskan dalam Al Qur’an Suroh Al Baqarah ayat 282 :

Ya ayyuhalladzina amanu idza tadayantumim bidainin ilaa ajalim mutsamma faktubu, wakyaktubu bainakum katibum bil ngadli wa la ya’ba kaatibun ayyaktubu kama ngallamahulloh...

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya.....

Jadi, menulis transaksi itu hukumnya wajib atau fardhu. Entah itu transaksi kas keluar masuk, perjajian sewa-menyewa, hutang piutang, perjanjian investasi dan kegiatan muamalah lainnya. Kalau anda (dan saya) masih mbalelo tidak mau mencatat, itu artinya kita mengingkari perintah Allah SWT (na’udzubillah).

Dan jelas, perintah Allah SWT di atas itu untuk kebaikkan dan kemaslahatan kita. Sebelum para pakar akuntansi meyakinkan kita untuk mencatat segenap transaksi, ternyata Al Qur’an sudah duluan memerintahkannya. Luar biasa!

Tapi terkadang, yah kita umat Islam yang sering baca Qur’an, punya Al Qur’an, tapi malah tidak tau dan tidak mau tau tentang pedoman muamalah dalam Al Qur’an. Maka akhirnya, kita jumpai perilaku (kita) umat Islam jauh dari standar etik (nilai) yang telah digariskan Al Qur’an.


Satu lagi, di permulaan ayat Suroh Al Maidah, jelas sekali orang-orang beriman diperintahkan untuk menepati janji. Artinya, menepati janji itu hukumnya juga wajib, sama seperti sholat wajib dan puasa ramadhan. Tapi kok, hampir saban hari kita mengingkari janji? Memberikan harapan palsu? Obral janji kosong? Nah kan, jauh lagi dari standar nilai al-Qur’an?

Kesimpulan dan penutup, ayo kita back to Al Qur’an. Bukan hanya pada urusan ibadah secara vertikal kepada Tuhan, tapi juga bagaimana Al Qur’an mengatur hubungan kita secara horisontal terhadap sesama manusia (habluminannas) dan terhadap alam semesta (hablu minal ‘alamin). Jangan bola-bali kalau bukak Al Qur’an yang dibuka hanya Yaasin. Atau lebih parah, yang dicari hanya ayat pembenaran untuk menuduh thaghut, melakukan perang dan menyalahkan orang lain.

 Jangan lupa, siapkan kwitansi kalau mau transaksi ya..

Wallohu’alam bis showab.

Adi Esmawan, 12 Juli 2016
Share:

Inilah 3 Pekerjaan Paling Menyenangkan Sepanjang Masa!

Yap, kali ini jurnalva.com akan menyajikan artikel dengan tema yang enjoy. Oke kita mulai saja. Sesuai judul, artikel ini akan mengulas tentang 3 pekerjaan paling menyenangkan dan paling mengasyikan sepanjang masa! Penasaran kan?

Pekerjaan paling menyenangkan pertama versi jurnalva adalah, Pemandu Acara Wisata Kuliner. Pernah lihat kan di televisi? Bayangkan saja coba, pekerjaan pemandu acara kuliner itu, kerjaanya disuruh jalan-jalan alias plesir, kemudian mencari tempat-tempat makan yang unik, khas dan otomatis uenak alias maknyus. Disuruh nicipin makanan, menilai lalu memberi kesimpulan soal cita rasa. Kurang greget apa coba? Agan-agan semua pengen kan jadi pemandu acara wisata kuliner? Gajinya juga tinggi lho. Dah gitu sering nongol di layar kaca. Jadi hits dan banyak fans kan??

Pekerjaan paling menyenangkan kedua, adalah fotografer di bidang travelling. Ini juga greget. Bayangkan, para fotografer itu pasti kan hobinya jeprat-jepret alias membidik objek-objek indah. Nah, kemudian dia kerjanya khusus memfoto dan meliput tempat-tempat wisata indah diseluruh penjuru dunia. Tinggal plesir, jeprat-jepret, review tempat wisata. Kemudian dibayar mahal. Bayangkan! Kerjanya liburan kan? Pengen nggak kalian?

Pekerjaan paling menyenangkan ketiga nih, adalah  pemain bola. Otomatis yang kelas dunia dong. Yang baru tingkat RT, atau kelurahan, saya doakan deh kelak akan jadi pemain bintang! Diaminkan dalam hati ya.

Gimana nggak asyik coba jadi pemain sepak bola ternama. Bayangkan kalau anda itu Christiano Ronaldo, Messi atau pemain mega bintang favorit anda. Udah ganteng, kaya raya, baik hati dan banyak penggemarnya. So, secara gitu. Main bola kan hoby, menyehatkan, semua kalangan suka, dah gitu dibayar mahal. Kurang greget apa coba! Asal, tambahin ya : tinggi, besar, ganteng. Lengkap sudah. Hehe

Nah, itu tiga pekerjaan paling menyenangkan versi jurnalva. Kalau kategori “paling mulia, paling diminati, paling bergengsi, paling mahal dan paling.... yang lain, silahkan cari sendiri.

Eh, saya tambahin yang keempat ya, agar tidak ada yang protes. Bahwa semua pekerjaan itu, kalau dinikmati, disyukuri dan dicintai, pasti mengasyikan kok. Bekerja itu kuncinya adalah “bisa melaksanakan tugasnya dengan baik”, dan selesailah perkara. Mau dia CEO, founder, komisaris utama, direktur utama,  Presiden , Menteri, pemimpin redaksi, jurnalis, artis, Guru, Polisi, TNI, petani, nelayan sampai pemulung-pun semua adalah profesi yang mulia. Soal bosan, jenuh, butuh piknik, butuh apresiasi dan penghargaan, itu lumrah dan manusiawi. Kemudian yang pasti, semua pekerjaan itu pasti memiliki resiko. Nah, manajemen resiko itu yang wajib ditata dengan baik.

Udah dulu yah artikelnya, yang mau protes silahkan. Sampai jumpa lain waktu.


Author : Adi Esmawan, owner jurnalva.com
Share:

Memahami Agama sebagai Rambu-Rambu Kehidupan

Kalau kita dari Jakarta ingin pergi ke Surabaya, tidak tau rute jalan, tentu saja kita membutuhkan tanda. Entah itu petunjuk arah, google map, peta jalan, rambu-rambu, atau hal sejenisnya.

Begitu pula dengan hidup ini. Sebagai manusia yang percaya akan eksistensi Tuhan, kita tentu meyakini bahwa Tuhan telah memberikan petunjuk arah untuk hidup di persinggahan ini. Agar sampai tujuan dengan selamat, dengan akhir yang baik (khusnul khotimah). Bukan malah tersesat, terperosok atau gagal menempuh perjalanan.

Al Qur’an diturunkan sebagai petunjuk, bagi orang yang mau diberi petunjuk. Ia adalah penerang jalan yang terang benderang (burhan, nurom mubina). Seperti cahaya yang menerangi, tentu tanpa pilih kasih, menerangi semuanya. Menunjukan kepada semuanya.

Persoalan pertama, kadang manusia justru mengingkari tanda itu. Tidak mau menerima petunjuk. Atau meragukan petunjuk. Lebih parah, apabila ia menutup akses dari cahaya untuk masuk, sehingga hatinya gelap dan jalannya tersesat. Itulah kita. Karena bagaimana mungkin kita melihat terang mentari, ketika semua pintu, jendela dan lubang kita tutu rapat?

Persoalan kedua, adalah tentang tanda dari Tuhan itu sendiri. Tentu saja, tanda terbesar, terlengkap, dan merupakan petunjuk langsung tersurat dari Tuhan adalah Al Qur’an. Dan ternyata, Al Qur’an itu menunjukan kita pada tanda-tanda yang lain. Tanda-tanda yang sangat banyak. Bahkan jika lautan menjadi tinta untuk menulis tanda-tanda yang diberikan oleh Tuhan, akan habislah Ia. Bahkan jika ditambah lagi sebanyak dan semisal. Jadi salah besar jika kita berhenti pada Al Qur’an. Karena, Al Qur’an juga menunjuk kepada tanda-tanda yang lain. Atau menyuruh kita untuk melakukan sesuatu agar mendapatkan petunjuk.

Mungkin saya perjelas lagi agar tidak gagal faham, bahwa ayat itu tanda. Dan tanda-tanda kebesaran-Nya sangat banyak, bersliweran di sekitar kita. Maka perhatikanlah tanda-tanda itu dengan fikiran yang jernih, pengetahuan yang cukup. Jika kita temukan kebesaran Tuhan di sana, bertambahkan keimanan kita.  Dan kita mungkin termasuk orang yang mufilh alias beruntung.

Persoalan adalah, justru kebanyakan dari kita berhenti pada tanda (ayat). Ibaratkan saja, ketika kita sedang menuju Surabaya, kita melihat ada rambu-rambu yang menunjukan ke arah Surabaya itu. Tidak lucunya, kita malah berhenti disitu!

Al Qur’an itu bagian dari tanda-tanda yang menunjukan kita kepada jalan yang hanif. Kita ikuti jalan itu, bukan malah berhenti pada Al Qur’an. Mengotak-atik isinya, menafsirkanya secara serampangan dan tanpa ilmu, mempersempit makna, atau hanya berhenti pada teks tanpa memahami kontekstualnya. Ini berbahaya.

Karena kalau kita tahu, Al Qur’an itu komprehensif. Ma qaratna fiy kitabihi min syai’. Tapi jika kita terlalu tekstual, maka kita akan kebingungan. Maka sebelum mempelajari dan memahami al Qur’an, ilmu pengetahuan harus menjadi panglima utama.

Bahkan ilmu alam atau ilmu pengetahuan pada umumnya (science) adalah wajib dipelajari karena apa yang ada di langit dan dibumi merupakan bagian dari tanda (ayat) eksistensi Tuhan bagi orang-orang yang di beri ilmu. Dan di al Qur’an sudah disampaikan : Inna fi kholqisamawati wal ardhi wahtilafil laili wannahari laayatil li ulil albab.

Nah, jadi penting sekali membaca tanda-ramb-rambu secara utuh. Dimulai dari Al Qur’an, sunnah nabi, kemudian jangan melupakan ketetapan Alloh (sunnatulloh).

Mungkin lain waktu akan saya jelaskan lebih detail.

Salam hormat.
Share:

Definition List

Unordered List

Support