Suatu sore, seperti kebiasaan
saya. Ngopi sambil buka juz amma. Saya
buka sembarang, ketiban di surat As Syams atau Wa
Syamsi Wa Dhuhaha. Pembaca semua mungkin sudah hafal betul. Ku baca
pelan-pelan. Alon-alon waton kelakon-adagium Jawa. Ketika sampai pada
ayat : Qod Aflaha man zakaha. Wa qod hobba man dassaha. Sebuah sindiran
menyeruak masuk di dada ini.
Sebelum lanjut, mungkin saya
beri tahu pada pembaca ayat dan terjemahnya :
Pada ayat di atas, kita akan
tahu, betapa Al Qur’an telah mengarahkan, kemana hidup ini harus diarahkan. Dan
bagaimana menjaga jiwa agar tetap di jalan taqwa kepada-Nya.
Baik, mari kita mulai
renungan berat ini. Di awal suroh As Syams (yang berarti Matahari), Alloh telah bersumpah dengan tujuh ciptaan-Nya :
1 1. Wa syamsi wa duhaha
(Demi (perhatikanlah) Matahari dan cahayanya di kala pagi)
2 2. Wal qomari idza talaha
(Dan bulan, ketika mengiringinnya)
3 3. Wan nahari idza jalaha
(Dan siang apabila menampakkannya)
4 4. Wal laily idza
yaghsyaha (Dan malam ketika ia menutupnya)
5 5.Wa sama’i wama banaha
(Dan langit serta pembinaanya)
6 6. Wal ardhi wama tohaha
(Dan bumi serta perhamparannya)
Kemudian yang ketujuh, Alloh
bersumpah dengan menyebut jiwa :
7 7. Wannafsiw wama sawaha
(Dan (Perhatikanlah) jiwa serta penyempurnaan ciptaanya)
Setelah bersumpah dengan
menyebut jiwa, ayat selanjutnya memberitahukan kepada kita :
8 8.Fa alhamaha fujuroha
wa taqwaha (Maka Alloh telah mengilhamkan kepada jiwa itu, untuk (memilih)
jalan Kefasikannya atau Ketaqwaanya.
Kemudian, di ayat
selanjutnya, sungguh Alloh Azza wa Jalla telah memberikan petunjuk dengan
terang benderang yang terkait dengan ayat sebelumnya :
9 9. Qod aflaha man zakaha
(Maka sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu....)
1 10. Wa
qod hoba man dassaha (Dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwannya...)
Maha benar Allo dengan segala
firman-Nya. Ini adalah petunjuk sekaligus instruksi bagi kita. Jiwa kita.
Betapa, jiwa manusia telah diberi dua pilihan sekaligus dua jalan oleh Alloh
Robbul Alamin. Pertama adalah jalan kefasikan, jalan yang mengingkari ‘adanya’
eksistensi Tuhan, meniadakanNya dalam kehidupan, atau pura-pura mengaggapnya ‘ada’
secara simbolis. Tapi secara nyata mengingkari apa yang dikehendaki oleh-Nya.
Itulah jalan fasik. Jalan yang mungkin dipilih oleh kebanyakan jiwa-jiwa yang
mengisi raga kebanyakan manusia di jagad ini. Bahkan mungkin, jiwa kita
terkadang “nyasar” atau sengaja mengambil jalan itu. Dan perjalanan hidup jiwa
ini selalu berpotensi melenceng pada jalan kefasikan. Maka dari itulah kita
selalu butuh bimbingan-Nya sepanjang perjalanan hidup ini.
Kedua adalah jalan ketaqwaan.
Sebuah jalan hidup yang tunduk pada-Nya.
Mengakui eksistensi dan kekuasaan-Nya secara mutlak. Jalan yang membuat jiwa
akan selalu mengabdi pada-Nya dengan ikhlas. Jalan orang yang dicintai,
dirahmati dan diridhoi oleh-Nya.
Nah, kemudian jelas tegas.
Bahwa alangkah beruntungnya orang-orang yang “membersihkan jiwanya”. Qod
aflaha man zakaha. Jiwa yang selalu terjaga dari noda-noda kotor kehidupan dunia
yang fana. Jiwa yang selalu menjaga integritasnya dihadapan sang Pencipta
sekaligus Pengawas hidupnya. Jiwa yang selalu mendahulukan nurani dan akal
jernihnya, dibanding hasrat dan nafsunya. Jiwa yang terjaga.. Jiwa yang akan
kembali menghadap Robb-nya dengan tenang dan damai.
Dan, mari kita tengok jiwa
kita masing-masing. Jiwaku, jiwa yang lemah dan lalai. Jiwa yang diperbudak
oleh hasrat dan nafsu. Jiwa yang selalu dikotori oleh noda-noda keinginan
ragawi. Jiwa yang tidak pernah puas atas anugerah dari-Nya. Jiwa yang
mendahulukan nafsunya dibanding akal jernihnya. Jiwa yang jauh dari bijaksana.
Jiwa yang menyesatkan ragannya. Jiwa yang menuntun mulutnya untuk selalu
berkata dusta. Jiwa yang menuntun tangannya untuk melakukan tindak nista dan
durja. Jiwa yang menuntun hatinya untuk angkuh, sombong dan merendahkan yang
lain. Jiwa yang selalu mendorong untuk berlaku keji dan munkar. Jiwa yang
selalu berambisi, berkhayal, untuk hidup “se-enak-enaknya”. Jiwa yang bermental
berkhianat kepada-Nya. Jiwa yang jauh dari bimbingan dan petunjuk-Nya. Ampuni
jiwaku ini...
Tidak ada cara lain. Selain
berusaha membersihkan jiwa ini dari segala noda-noda yang lekat menempel
sebegitu banyaknya. Jiwa yang sudah mengidap berbagai penyakit kronis : iri,
dengki, sombong, dendam, pemarah, rakus, dan ingkar pada-Nya.
Mari, kita kunjungi jiwa
kita. Mungkin jiwa kita terlalu berantakan, kotor. Perlu ditata ulang dan
dibersihkan kembali. Dengan apa? Tentu saja dengan mengingat-Nya, berdzikir.
Buka kembali Al Qur’an, baca dengan pelan, pahami makna dan anjurannya.
Hiduplah berlandaskan kalam-Nya. Agar kita selalu ada di atas jalan-Nya. Jalan
yang diridhoi oleh-Nya. Bukan jalan orang-orang yang dimurkai, dan bukan pula
jalan orang-orang yang tersesat. Ammin ya mujiba sa’ ilin.
Begitulan coretan singkat
ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca. Dalam hal belajar hidup dari Al Qur’an,
kita mulai dari yang ayatnya pendek-pendek dulu. Baca dengan perlahan, kemudian
resapi. Kalau dinding-dinding hati kita masih bergetar oleh ayat-ayat Al Qur’an,
itu tandanya hati kita masih bisa diobati. Belum di tutup dari menerima
hidayah-Nya.
Penulis : Al faqir, Adi
Esmawan, seorang buruh. Pengasuh media jurnalva.com, sekaligus pengasuh sanggar
Muhibul Qur’an Study Club, Tempuran, Wanayasa, Banjarnegara. Mahasiswa STIMIK Tunas Bangsa, Banjarnegara.