Sukses adalah impian dan harapan setiap orang.
Tapi sukses yang seperti apa? Nah, Lho. Ada banyak gambaran tentang “apa” dan “seperti
apa” orang yang disebut dengan sukses. Tergantung dari sudut (view) yang
mana.
Ketika kita berjalan kaki menyusuri belantara kota. Kita dapati
rumah megah dengan mobil mewah terpajang di garasi. Di depan rumah nan besar
itu, ada pos satpam dengan punggawa yang menyeramkan dan menatap curiga.
Pertanyaanya, apakah si pemilik rumah megah itu layak kita stempel sebagai
orang sukses?
Tentu saja, ya. Minimal secara materi. Tapi
ternyata, beberapa waktu kemudian rumah tersebut sudah dipasangi segel
bertuliskan “RUMAH INI DISITA KPK”. Si empunya rumah dijebloskan ke jeruji
besi. Keluarga mereka menjadi terkucilkan dalam pergaulan kehidupan. Bukan
hanya keluarga. Bahkan kolega, teman sejawat, kampung halaman, sekolah, hingga
partai tempat ia bernaung ikut kecipratan getah nama buruknya. Kalau sudah
begitu, apa yang terjadi?
Sukses itu sedikit banyak berkaitan dengan
perasaan. Lho, kok? Begini, seorang direktur perusahaan ternama pada suatu hari melewati pemukiman perdesaan. Pikiranya
sedang kalang kabut, stres, gundah dan wajahnya bermuram durja. Apa sebab? Ia
gagal memenangi tender mega proyek dengan nilai milaran rupiah.
Di saat seperti itu, makanan terasa hambar, bahkan
pahit. Pikiran sempit. Senyum bahagia sudah tertutup oleh gundah gulana. Di
atas mobil mewahnya, ia memandangi panorama perbukitan yang sejuk. Dan saat
melewati deretan kebun tembakau yang menguning, ia dapati satu keluarga petani
sedang bercanda ria makan bersama di gubug tengah ladang. Tidak ada gurat
nelangsa di wajah mereka. Hidup serasa ringan dan lepas. Sang direktur dibuat
iri oleh keharmonisan keluarga kecil petani yang dilihatnya.
Beberapa ratus meter kemudian, ia kembali
mendapati segerombolan pekerja proyek pelebaran jalan yang sedang duduk
istirahat makan siang sambil berkelakar. Meski bekerja keras di tengah terik
matahari, tidak ada raut duka dan sedih. Walaupun hanya dengan menu nasi jagung
lauk ikan asin, mereka tetap lahap menikmati. Lhah yang direktur?
Sekarang mari kita simpulkan dari kisah di atas.
Jika ukuranya materi, tentu sang Direktur kita sebut sebagai pemenang. Namun
jika dilihat dari view kebahagiaan, para petani, pekerja kasar, kuli dan
mereka yang tetap bersyukur di tengah keterbatasan. Merekalah pemenang sejati.
Pelajaran dari tulisan ini bukan menggiring kita
untuk malas, apalagi menyudutkan mereka yang duduk di jabatan penting. Bukan
itu. Tulisan ini hanya berpesan : bersyukurlah. Sikapilah hidup dengan bahagia
dan hindarilah sikap iri. Berkaryalah, buat hidup menjadi lebih hidup.
0 komentar:
Posting Komentar